Andaikan Bangsaku seperti Desaku

Cerita Zayyan Ahsan

Namaku Marcel dan aku anak tunggal. Aku lahir 25 tahun yang lalu di sebuah desa yang jaraknya sangat jauh dari kota. Desa itu adalah Nanga Pari yang berada di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

Aku dilahirkan untuk menjadi orang yang berpengaruh terhadap bangsa. Seperti yang dikatakan bapakku, “Nak, jadilah orang yang bisa membawa nama baik bangsa dan negara.’’

***

Desa ini masih jauh dari akses ke kota. Walaupun demikian, warga desa masih semangat mencari nafkah untuk keluarganya. Desa ini memiliki penduduk kurang lebih 50 kepala keluarga. Jarak desa dengan sekolah sekitar 8 kilometer. Anak-anak biasanya berangkat ke sekolah jalan kaki. Aku kagum sama mereka karena mereka masih mempunyai semangat belajar.

Bulan ini adalah bulan kemerdekaan. Hari ini tepat tanggal 1 Agustus, desa ini terjadi bencana alam. Desa ini hampir rata dengan tanah dan hampir semua warga mengungsi.

Keesokan harinya, semua warga desa kembali lagi ke desa untuk kerja bakti dan gotong royong membersihkan desa. Sepuluh hari kemudian desa sudah kembali seperti semula.

Satu minggu lagi, tanggal 17 Agustus. Seluruh warga desa mempersiapkan peringatan kemerdekaan. Seluruh warga desa memiliki jiwa kebersamaan yang kuat dan selalu mementingkan kebersamaan.

Kami pun membentuk sebuah panitia kecil supaya acara berjalan dengan lancar. Panitia kecil itu terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, bagian konsumsi, bagian keamanan, dan bagian kebersihan. Panitia itu berjumlah sepuluh 
orang.

Kami mengadakan beberapa acara, yaitu upacara pembukaan lomba yang disusul oleh beberapa lomba. Lombanya antara lain balap karung, panjat pinang, memasukkan paku ke dalam botol, sepak bola sarung, dan masih banyak lagi. 

Di hari kedua, lomba kami mulai dengan lomba balap karung dan diakhiri dengan lomba memasukkan paku dalam botol. Keesokan harinya, kami mulai lomba sepak bola sarung.

Sehari sebelum tanggal 17 Agustus, kami tutup dengan final sepak bola sarung dan lomba panjat pinang.

***

Hari ini tepat tanggal 17 Agustus. Semua warga serentak menuju lapangan desa untuk melakukan upacara. Walaupun tidak memakai seragam atau pakaian lengkap, warga tetap semangat dalam menjalankan upacara.

Setelah upacara selesai kami pun menyaksikan drama kolosal yang dibawakan oleh anak-anak sekolah. Drama yang bertema perjuangan. Drama tentang Bung Tomo dalam membangkitkan semangat perjuang bersama rakyat. Drama yang berdurasi sekitar 30 menit itu membuat warga terharu atas perjuangan Bung Tomo.

Setelah semua selasai, pembagian hadiah sebagai puncak acara yang sangat ditunggu-tunggu oleh semua warga. Wajah semua warga menjadi senang kembali setelah terharu menyaksikan drama tadi.

Keesokan harinya, seluruh warga berkumpul di lapangan. Tidak usah disuruh, meraka pun sudah ada di sana. Itulah yang aku suka dari warga desa di sini. Jiwa sosialnya sangat melekat. Walaupun desa ini tidak terpandang oleh pemerintah, aku yakin desa ini akan maju dengan sendirinya.

Warga di desa mempunyai jiwa sosial dan semangat gotong royong yang bagus. Alasan inilah yang akan membuat desa menjadi
lebih maju.

Andaikan bangsa kita memiliki jiwa sosial dan gotong royong seperti warga di
desaku, pasti bangsa ini akan menjadi bangsa yang maju.

Jadi, aku ingin mengingatkan kepada anak muda zaman sekarang, “Janganlah rusak moralmu dengan masalah duniawi karena hanya kamulah harapan bangsa saat ini.”

 

Cerita pendek ini merupakan cerita pilihan dari Lomba Menulis Cerpen dan Puisi Siswa MA Nur Iman, Mlangi, Yogyakarta dalam rangka memperingati hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-75. 

***

Zayyan Ahsan adalah siswa kelas 11 IPA di MA Nur Iman, Mlangi Yogyakarta.