Banjir Melanda

Cerita Khairan Rafi (14 tahun)

Hujan tak kunjung berhenti. Langit semakin gelap hingga hari beranjak malam. Gelap, hitam, dan suara gemuruh terus mencekam. Tak terlihat satu bintang pun di angkasa.

Setelah 5 jam berlalu, hujan tak kunjung berhenti. Selokan yang berada tepat di depan asrama kami tak kuasa menampung lagi. Air mengalir deras hingga akhirnya meluap hampir masuk ke teras halaman kamar. 

Tak lama kemudian, air masuk ke kamar secara tiba-tiba. Tanpa persiapan dan penjagaan, kamar mulai tergenang air. Genangan air setinggi 30 cm membuat santri kebingungan. Setiap tahun, banjir seolah-olah sudah menjadi tradisi, terutama ketika musim penghujanan tiba.

Aku sendiri dibuat pusing oleh genangan air yang masuk ke kamar. Karena banjir itu, banyak barang-barang sekolahku basah dan kotor. Beruntung, aku sudah menyimpan pakaian di lemari atas. Aku bersyukur baju-baju tidak terkena genangan air.

Aku hanya dapat berdiri di depan pintu kamar. Aku meratapi genangan air yang telah masuk ke kamar. Tiba-tiba, muncul salah seorang temanku dari belakang.

Taufiq menepuk pundakku dan berkata, “Ran, barang-barangmu dipindahkan ke atas ranjang saja. Nanti keburu airnya tambah naik,” sarannya kepadaku sambil ia membereskan barang-barangnya.

“Iya Fiq, lagi pula barangnya sudah aku taruh di atas lemari,” ujarku sambil melipat dasar celana agar tidak terkena genangan banjir.

Pengalaman banjir seperti ini sudah biasa aku rasakan.  Seumur hidupku di pesantren, aku sudah terbiasa mengondisikan barang-barang akibat kebanjiran. Tidur terasa tidak nyaman. Namun, ternyata apalah daya, semua ini kehendak Sang Ilahi Rabbi Yang Esa.

***

Khairan Rafi (14 tahun), merupakan santri Pondok Pesantren Jeumala Amal Lueng Putu sekaligus siswa Kelas 2 MTs  Pidie Jaya. Penulis berasal dari Mereudu, Pidie Jaya, Aceh. Penulis dapat ditemui lewat Facebook dengan nama: khairan rafi atau Instagram dengan nama: khairan_1645.