Orang Tua Anisa

Cerita Risma Novi Ardani (14 Tahun)

Beberapa orang mungkin menganggap bahwa guru dan murid bukanlah suatu hubungan yang spesial. Berbeda dengan Anisa, menurutnya guru adalah seseorang yang sangat istimewa.

Semua berawal dari masalah keluarga. Ayah Anisa hendak menculiknya dari pesantren karena tak sanggup membayar biaya. Ibunya menyadari apa yang akan diperbuat oleh ayahnya.

Di depan gerbang pesantren, kedua orang tua Anisa bertengkar hebat. Di hadapan semua wali santri juga teman-teman Anisa, mereka berdebat tanpa menghiraukan santri lainnya.

Anisa hanya bisa diam. Ia tak mampu menghadapi pertengkaran kedua orang tuanya. Ia hanya menahan tangis yang hendak keluar dan mengabaikan setiap pertanyaan di sampingnya.

“Orang tua siapa itu?”

Bermacam-macam pertanyaan dari orang di sekitarnya ia abaikan.

***

Penjaga gerbang pun memanggilnya. 

“Laila Anisa! Mana Laila Anisa!?” teriak penjaga gerbang.
Sontak Anisa pun langsung mengacungkan tangannya.

“Saya Laila Anisa,” sahutnya pelan.

“Kamu ditunggu di ndalem bersama orang tua kamu,” ucap penjaga gerbang.

“Iya, terima kasih,” balas Anisa.

Ia pun dengan cepat berjalan menuju ndalem, melewati bisikan banyak orang yang masih membicarakan orang tuanya. 

Sesampainya di ndalem, ia melihat orang tuanya berdebat di hadapan Neng Ainun, gurunya.

“Assalamualaikum,” ucap Anisa pelan.

“Wa’alaikumsalam, sini Anisa duduk di sebelah saya,” ajak Neng Ainun.

“Iya, Neng,” ucapnya.

Anisa pun langsung duduk di samping Neng Ainun tanpa menunjukkan ekspresi apa-apa. Sementara orang tuanya masih memperdebatkan masalah keluarga di hadapan Anisa dan Neng Ainun.

Akhirnya, Neng Ainun pun meredakan pertengkaran kedua orang tua Anisa. Ia menasihati mereka berdua yang sudah bertengkar di hadapan anaknya sendiri.

Saat itu Anisa hanya diam dan mencoba untuk tidak menangis. Ia mencoba untuk menganggap seakan-akan tak ada masalah.

Setelah semua masalah dan perdebatan sudah reda, kedua orang tua Anisa keluar dari ndalem. Mereka mengucapkan terima kasih kepada Neng Ainun atas nasihat yang sudah diberikan.

Lalu, Neng Ainun pun memanggil Anisa dengan suara pelan, “Anisa ke sini sebentar, Nduk!” 

“Engge, Neng,” jawab Anisa.

Saat itu, Neng Ainun langsung memeluk Anisa dan memberinya nasihat,

“Nduk, dengarkan saya, ya. Apa pun yang dilakukan orang tua kamu, jika itu baik maka tirulah, tetapi jika itu tidak baik maka jangan ditiru. Sebisa mungkin kamu menasihati mereka dengan rasa hormat sebagai anak.
Karena kalaupun saya tidak tau apa yang terjadi, saya yakin kamu pasti bisa menghadapinya sendiri. Saya tahu kamu adalah anak yang kuat. Saya sebagai guru selalu percaya itu.”

Seketika itu, air mata Anisa pun pecah dalam pelukan Neng Ainun.

Sejak saat itu, Anisa mampu menghadapi masalah apa pun dalam keluarganya meski sedikit trauma. Meskipun ayah dan ibu tak memperhatikannya, masih ada seorang guru yang selalu memberikan ilmu dengan kasih sayang juga nasihat kepada dirinya. 

***

Risma Novi Ardani (14 tahun) merupakan santri Pondok Pesantren KHA. Wahid Hasyim Bangil. Ia merupakan siswa kelas 3 MTs KHA. Wahid Hasyim Bangil dan tinggal di Kedensari, Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur. Penulis dapat ditemui lewat Facebook dengan nama: Risma novi ardhany atau Instagram dengan nama: @rizzardh.