Cerita Nur Tata
Kang Rohman adalah seorang yang sangat terkenal di pondoknya. Hampir seluruh santri di pondoknya yang berjumlah ribuan mengenal dirinya. Baik di kalangan santri putra, maupun kalangan santri putri. Namun, terkenalnya Kang Rohman ini bukan karena seorang santri yang berwajah tampan atau seorang gus (putra kiai). Ia juga bukan anak orang kaya, bukan pula santri yang cerdas. Lalu seperti apa Kang Rohman ini? Mengapa ia bisa sebegitu terkenalnya?
Kang Rohman selalu membersihkan sampah-sampah di pondok. Tanpa ada yang menyuruh, ia setiap hari berkeliling pondok mengambil sampah-sampah yang berserakan. Ia mengelilingi bak sampah yang sangat bau juga mengambil sampah di selokan. Ia tak pernah sedikit pun malu. Tempat-tempat tersebut malah menjadi tempat favoritnya.
Kang Rohman selalu bersikap baik kepada semua orang, walaupun ia hanya seorang pemulung sampah di pondoknya. Penampilannya begitu kumuh, lusuh, bau, dekil, dan penuh dengan kotoran. Ia kerap ditertawakan oleh teman-temannya. Bahkan ia dijauhi teman-teman di pondoknya, tempat ia mengaji hanya di teras masjid. Ia dilarang masuk masjid karena baunya yang dianggap teman-teman dapat mengganggu saat pengajian berlangsung. Yang paling menyakitkan, Kang Rohman dianggap seperti orang gila.
Suatu hari, ia pernah ditanya oleh seorang santri baru perihal hobinya mengambil sampah di lingkungan pondok. Ia hanya menjawab bahwa jangan halangi jalan menuju Tuhan walaupun dengan kebaikan sekecil apa pun. Lalu santri yang bertanya ini sangat heran ketika mendengar jawaban Kang Rohman. Ia langsung mencium tangan dan berkata, “Semoga Allah memberkahimu.” Kang Rohman hanya mengangguk diam tak mengerti. Kang Rohman pun pergi meninggalkan santri tersebut karena ingin melanjutkan pekerjaannya mengambil sampah-sampah.
***
“Kang, ngapain ngaji? Sana ambil sampah, inikan bukan tempat kamu. Hahaha,” tegur Kang Zidan dengan nada kasar dan sikap meremehkan.
“Silakan rendahkan saya karena memang saya rendah dan benar bahwa Tuhanlah yang maha segala-galanya untuk dipuji,” jawab Kang Rohman dengan nada lirih. Semua mata tertuju ke teras masjid tempat Kang Rohman duduk mendengarkan pengajian. Santri-santri yang mendengar ucapan Kang Rohman kali ini hanya bisa terdiam. Mereka semua langsung menengok ke arah Kang Rohman. Kang Rohman pun pergi meninggalkan teras masjid tempat ia mendengarkan pengajian.
“Untuk pertama kalinya, selama saya di pondok, baru kali ini saya mendengar jawaban dia. Padahal biasanya setiap ada orang yang mengejek Kang Rohman, ia hanya diam, acuh, dan cuek.”
“Ah … mosok, itu ndak mungkin,” celetuk Kang Zidan.
“Boleh kamu tidak percaya, namun tunggu saatnya ketika Tuhan memperlihatkan kesungguhan pribadi Kang Rohman,” ucap Kang Robi dengan tegas.
***
Sore hari setelah pengajian adalah waktu di mana para santri-santri bergegas melaksanakan roan (piket) bergilir. Ada yang memasak, ada yang membersihkan rumah Pak Kiai, ada yang menyapu halaman, dan lainnya.
Kang Rohman yang sedang mengambil sampah di halaman rumah Pak Kiai. Tiba-tiba, ia dipanggil untuk masuk ke ndalem (rumah Kiai). Kang Robi pun menemaninya menghadap ke Pak Kiai.
“Kang, saya sudah bertahun-tahun mengajarmu di pondok ini. Saya selalu membiarkanmu mengambil sampah-sampah, membersihkan sampah di selokan rumah saya dan di seluruh area pesantren ini. Kali ini saya ingin bertanya, apa sebenarnya alasanmu mengambil sampah-sampah itu setiap hari? Padahal kamu sering diejek teman-temanmu, dihina, juga direndahkan. Selama 10 tahun kamu selalu melakukan itu. Ada apa sebenarnya?” tanya Pak Kiai yang begitu penasaran.
“Hmm … maaf Pak Kiai, sa … yaaa … hanya menjalankan apa yang telah diridai oleh Kekasih Allah. Sebenarnya, saya sering bermimpi bertemu Nabi. Dalam mimpi itu, saya sedang mengambil sampah dan Nabi selalu tersenyum kepada saya. Sebulan yang lalu, saya bertemu salah seorang santri yang datang dan mencium tangan saya seraya berkata, ‘Semoga Allah memberkahimu.'” Suara Kang Rohman menjawab itu dengan nada sangat-sangat lirih dan air matanya bercucuran tidak sanggup melanjutkan cerita itu lagi.
Pak Kiai yang mendengar jawaban itu menangis tersedu-sedu. Ia tidak menyadari bahwa salah seorang santrinya telah lebih dahulu dipertemukan dengan nabinya. Pak Kiai diperlihatkan oleh nabinya betapa mulianya Kang Rohman ini dan Allah meridai amal perbuatannya. Allah pun membukakan siapa sebenarnya Kang Rohman ini.
“Panggil seluruh santri putra maupun putri, saya akan mempersaksikan bahwa Nabi telah memperhatikan umatnya.”
Diutuslah Kang Robi memanggil seluruh santri. Pada saat itu tepat pukul 17.05 aktivitas apa pun yang ada di pondok pesantren dihentikan. Seluruh santri telah berkumpul semua. Lalu, Pak Kiai mempersaksikan siapa Kang Rohman sebenarnya.
“Hari ini saya umumkan bahwa saya telah mendengar langsung. Saya bersaksi bahwa salah satu santri di pondok pesantren ini adalah seorang umat Nabi Muhammad saw. yang telah diakui, dan sangat dicintai nabinya. Ia adalah Kang Rohman, yang sering sekali bermimpi bertemu Nabi dan Nabi tersenyum melihatnya. Kebaikannya pun membawa malaikat Jibril datang ke pondok ini untuk mencium tangannya yang sangat membawa keberkahan. Inilah Ulama kita yang sebenarnya.”
Sungguh, seluruh santri yang mendengar ucapan Pak Kiai menangis. Mereka terharu dan merasa sangat bersalah selama ini kepada Kang Rohman. Kini seluruh santri sangat menghormati dan penuh keseganan terhadap Kang Rohman.
Saat Tuhan telah membuka satu jalan keridaan-Nya untuk hamba maka tiada satu pun yang mampu menandingi kebesaran-Nya. Siapa yang akan menduga ini semua? Pastinya semua di luar kendali nalar manusia. Akhirnya, Kang Rohman mendapatkan amanah dari sang Guru untuk meneruskan perjuangannya mengelola dan mengasuh pondok pesantren tersebut.
***
Nur Tata (18 tahun) merupakan santri Pondok Pesantren Al-Munawwir kompleks Nurussalam Putri. Ia merupakan siswa kelas 11 SMK Ma’arif Al-Munawwir Krapyak. Penulis dapat ditemui lewat Facebook dengan nama: Nur Tata Sulaiman atau Instagram dengan nama: tatanur.aaa.