Khidmah adalah Amanah, Bukan Penghambat

Esai Kholilah

Khidmah, sering juga disebut mengabdi, tentu bukanlah hal yang asing didengar bagi beberapa kalangan, khususnya kalangan santri. Mengapa demikian? Itu karena mengabdi juga merupakan suatu kiat penting yang harus dilaksanakan oleh santri.

Umumnya santri yang ngabdi mempunyai tujuan untuk bisa mendapatkan suatu hal yang dianggapnya penting dalam belajar, seperti barokah dan manfaat ilmu. Ini sesuai dengan kalam ulama yang sering kita dengar.

Sabātul-‘ilmi bil-mużākarah wa-barakātuhu bil-khidmati wa-riḍāl-masyāyikhi.
(Tetapnya ilmu bisa dicapai dengan mengulang, sedangkan berkahnya didapat dengan berkhidmah serta rida para guru.)

Siapa yang tak menginginkan ilmunya berkah dan manfaat? Tentu semuanya ingin karena semua tahu bahwa mendapatkan ilmu bukanlah hal yang mudah. Namun, tak banyak dari kalangan santri yang merasa terbebani saat diberi sebuah amanah, baik dalam organisasi atau yang lainnya. Bahkan sebaliknya, ia malah melepas kewajiban pertama sebagai santri, yaitu belajar, hanya demi organisasi. Menariknya, ini juga mereka gaung-gaungkan sebagai bentuk khidmah.

Mari sejenak kita pikirkan kembali, mengapa pemikiran seperti itu bisa terjadi? Mengapa terkadang seorang santri merasa tanggungan amanah adalah penghambat untuk belajar?

Jamak diketahui bahwa berkhidmah pada pesantren dengan jalur organisasi atau melayani guru (sering disebut ngadam, dari bahasa Arab khadam [pelayan]) adalah praktik awal bagi santri. Dengan ini mereka menempa diri sebelum nantinya terjun di masyarakat saat sudah pulang ke kampung halaman. Oleh karenanya pantaslah bagi santri untuk tidak berpikir demikian (khidmah menghambat belajar) karena mengabdi di pesantren juga bisa menjadi salah satu suluk (jalan) kita untuk mendapat ilmu yang berkah dan manfaat.

Akan tetapi, walaupun demikian ini bukan berarti kita harus meninggalkan kewajiban belajar bagi seorang santri. Nah, memang titik ini biasanya menjadi hal tersulit bagi santri yang ngabdi/ngadam. Mereka harus tetap menjaga amanah dengan baik, tetapi harus tetap menjaga semangat giat belajar yang merupakan kewajiban pertama seorang santri.

Memang, titik tengah adalah yang paling baik, seperti yang dikatakan oleh hadis, “Khoirul-umūri ausaṭuhā,” ‘bagian terbaik dari sebuah hal adalah tengah-tengahnya’. Nah, oleh karenanya, hal yang baik bagi santri selama masa belajar adalah menjaga untuk tidak terlalu condong pada salah satu saja, tidak hanya pada berkhidmah saja atau belajar saja.

Sulit? Benar sekali. Itu merupakan hal yang sulit, tetapi itu bukan berarti kita harus mengabaikannya. Tetaplah belajar dan semangat dalam memikul tanggungan amanah, tetapi jangan menjadikan amanah sebagai alasan terhambatnya tugas utama: belajar!!!

Semoga bermanfaat!

***

(ed: Du)




Kholilah (18) adalah santri di Ma’had Aly Nurul Jadid, Karanganyar, Paiton, Probolinggo. Ia bisa dihubungi melalui akun media sosial Facebook (Khulailah) atau Instagram (@Bihurin_in).