Kitab dan Buku

Esai Saiful Anam


Di pesantren, kitab lebih sering digunakan untuk tulisan beraksara Arab. Seperti kitab Jurumiyah, kitab Fath al-Qārib, kitab Sahih Bukhari, dan lainnya. Sedangkan buku digunakan untuk tulisan beraksara Indonesia atau Latin. Seperti KH. Maimoen Zubair Sang Kiai Teladan (sebuah biografi), serial BUMI (novel karya Tere Liye), dan lainnya. 

Titik perbedaan antara buku dan kitab hanya pada aksaranya. Ketika masih menggunakan aksara Arab, tetap dinamakan kitab. Risalatul Aqlam adalah contoh sebuah kitab pengantar memahami nahwu. Kitab tersebut menggunakan bahasa Indonesia, tetapi ditulis dengan aksara Arab maka disebut kitab. Sehari-hari kami juga menggunakan istilah kitab untuk menyebutnya, misalkan, “Punya kitab Risalatul Aqlam?”

Kami menyebut buku ketika menggunakan aksara Latin-Indonesia, walaupun itu terjemahan sekalipun. Kitab-kitab dialihbahasakan menggunakan aksara Latin-Indonesia, seperti Terjemah Fath al-Qarib, Fath al-Mu’in, hingga Fath al-Izar. Kitab yang telah dialihbahasakan menggunakan aksara Latin-Indonesia ini tetap disebut buku.

Tentang kitab dan buku ini, saya teringat dengan keberagaman teman-teman menyikapi buku dan kitab. Ada yang lebih sering membaca kitab, ada juga yang lebih sering membaca buku. Mereka sering terlihat berjam-jam memelototi bacaannya dengan khusyuk.

Salah satu temanku mempunyai koleksi kitab yang lumayan. Ia lebih sering baca kitab dan beli kitab, baik itu offline atau online. Terkadang, bila melihat aku membeli kitab bagus dan langka di toko terdekat, dia berani membeli dengan harga lebih tinggi. Namun, aku menolaknya, kan yo eman to, rek .

Terkadang, usai membaca kitab, temanku ini menceritakan isi dari kitab tersebut. Bahkan sering mengajak berdiskusi, atau lebih tepatnya cerita. Aku hanya membuatnya tambah bingung karena aku tidak bisa berikan solusi.

Temanku yang lainnya, lebih sering membaca buku. Dia gandrung dengan buku. Dia sering menceritakan buku-buku yang telah lahab dibaca. Dia merekomendasikan bacaannya dengan sedikit bumbu supaya aku juga ikut membaca.

Biasanya, saat jenuh, dia mengajak mampir ke toko buku terdekat. Walaupun hanya sekadar melihat, barangkali ada diskon. Maklumlah, sebagai santri kami hanya punya uang saku pas-pasan. Terkadang, juga mengajak beli online, tetapi mencari buku yang min ba’dhil kawiyyin (baca:KaWe). Namun, kami tak seterusnya beli min ba’dhil kawiyyin. Kemarin banyak teman-teman membeli online ketika diskon besar-besaran dan kualitasnya menarik.

Selama Ramadan ini, kalian sudah baca kitab atau buku berapa? Kalau aku sendiri sudah banyak baca subtitle drakor.

***
Saiful Anam (21 tahun) santri Pondok Pesantren Al Anwar 3 dan berasal dari Temanggung. Penulis dapat ditemui lewat Instagram dengan nama: saifulanam857.