Kunci Sukses Pembelajar

Esai Rikza Anung Andhita Putra

Bagi segenap orang beriman, mencari ilmu adalah sebuah kewajiban yang tidak dapat ditawar, apalagi ditinggalkan. Islam mewajibkan umatnya, baik laki-laki ataupun perempuan, untuk terus belajar dan mencari ilmu sebagai bekal menjalankan kehidupannya. Dengan ilmu tersebut, mereka akan mampu membedakan antara yang hak dan yang batil, antara yang sesuai ajaran dan yang melampaui syariat. Ini semua akan membuat perilaku hidupnya lebih terarah.

Q.S. al-Mujadalah (58): 11 menyebutkan: “… Allah Swt. akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Ayat ini menegaskan bahwa kewajiban mencari ilmu disyariatkan untuk seluruh orang beriman. Siapa pun kita harus mengobarkan semangat dalam menuntut ilmu tanpa harus terbatasi umur, tempat, dan waktu.

Niat tentu menjadi modal utama dalam ṭalabil-‘ilmi. Dengan menyematkan niat yang baik niscaya Allah Swt. memudahkan langkah dan segala ikhtiar yang dilakukan. Niatkan mencari ilmu semata-mata karena mengharap rida Allah Swt., menjalankan syariat-Nya, dan bersungguh-sungguh mendapatkan kebaikan di dalamnya. Untuk itu sudah semestinya pembelajar memiliki modal niat yang kuat disertai dengan ikhtiar yang tak pernah lelah.

Pembelajar, khususnya di dunia pesantren, pastinya sudah tidak asing lagi dengan syair Imam Syafi’i. Syair yang kemudian ditulis ulang dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim karya Imam az-Zarnūjī ini menjelaskan secara detail syarat-syarat keberhasilan ilmu bagi pembelajar (ṭālibil-‘ilmi).

Terdapat enam syarat dalam meraih ilmu, yaitu:

1. Żakā`in (Cerdas)
Setiap manusia terlahir di dunia dengan perangkat yang sangat sempurna dari Allah Swt. Akal menjadi ciri utama manusia menjadi makhluk Allah Swt. yang paling mulia.

Untuk itu, pembelajar harus mampu melibatkan kecerdasan akal pikiran. Cerdas yang dimaksud bukan semata-mata harus multitalent. Bukan juga harus menjadi bintang atau juara di dalam kelas. Namun, cerdas yang dimaksud adalah mampu mengolah akal pikiran atas pengetahuan yang telah Allah Swt. berikan, baik ilmu yang didapat secara naluri/insting atau usaha (kasab). Ini menjelaskan pentingnya menggunakan akal dengan terus giat belajar dan melatih berpikir secara baik dan benar. Dalam menuntut ilmu, seorang pembelajar harus menyiapkan akalnya untuk menampung segala pengetahuan yang ditimba dari seorang guru untuk ditelah kembali. Tanpa menyediakan akal atau kecerdasan maka ilmu yang disampaikan guru akan lewat begitu saja bagai angin musim panas.

2. Ḥirṣin (Semangat/Bersungguh-sungguh)
Bayangkan! Betapa sulitnya seorang pembelajar ketika ingin mendapatkan banyak ilmu dan ingin tahu hal-hal baru, tetapi tidak memiliki semangat yang baik.  Tak satu pun ilmu akan diperolehnya. Rasa malas akan menjadi penghalang dan penghambat rasa keingintahuan. Untuk itu antusiasme dalam menuntut ilmu sangatlah penting. Dengan modal semangat, seorang pembelajar akan selalu haus dengan ilmu yang baru dan tidak mudah puas dengan satu atau dua ilmu.

3. Iṣṭibārin (Sabar)
Sebagaimana Firman Allah Swt., “Sesungguhnya Allah Swt. bersama orang-orang yang sabar,” (Q.S. al-Baqarah [2]:153), kita diajari bahwa dalam mencari ilmu, seorang pembelajar juga membutuhkan kesabaran. Sebagaimana telah disebutkan di atas, menuntut ilmu tak berbatas waktu, tempat, dan umur. Menuntut ilmu membutuhkan waktu yang amat lama. Juga tidak mustahil bahwa dalam proses tersebut, seorang pembelajar akan menemui ujian-ujian yang harus dilalui. Jika ingin mendapatkan hasil yang maksimal maka sabar menjadi kunci bagi ṭālibil-‘ilmi.

4. Bulghatin (Biaya)
Biaya menjadi salah satu poin keberhasilan meraih ilmu. Tidak sedikit materi yang harus dikorbankan untuk mendapatkan ilmu. Kita harus merogoh koin yang cukup besar demi menimba ilmu dari ulama dan masyāyikh yang sangat mumpuni dari berbagai penjuru. Untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang baik, sudah barang tentu seseorang harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

5. Irsyādi ustāżin (Petunjuk Guru)
Bimbingan guru adalah faktor yang sangat penting dalam menuntut ilmu.  Gurulah yang akan mentransfer dan mengarahkan ilmu kepada murid-muridnya. Nasihat dan doa guru akan mempermudah pembelajar mendapatkan ilmu yang luas. Selain itu dengan memiliki guru, sanad keilmuan menjadi terjaga dan jelas. Bimbingan guru menunjukkan bahwa ilmu yang didapat tidaklah ilmu asal-asalan. Perlu kiranya bagi pembelajar untuk terus menjaga sikap hormat dan ikhlas kepada sang guru. Atas rida dan doa sang gurulah ilmu yang kita dapatkan, betapa pun sedikit, akan membawa nilai keberkahan tersendiri.

6. Ṭūliz-zamān (Waktu yang Lama)
Syarat yang terakhir adalah waktu yang lama. Dalam menuntut ilmu, seorang pembelajar membutuhkan durasi waktu yang lama. Secara formal durasi ini dapat dihitung. Dari tingkat PAUD hingga SLTA (sebagai program wajib belajar) saja ia sudah memakan waktu ±15 tahun. Belum lagi jika dilanjutkan dengan perguruan tinggi. Sungguh memang lama waktu menuntut ilmu itu. Bahkan telah masyhur disampaikan bahwa titik akhir pencarian ilmu adalah liang lahat, ketika berakhir napas dan nyawa lepas dari badan. Di sinilah kewajiban belajar jatuh.

Keenam syarat dalam meraih ilmu ini harus dipupuk terus hingga belajar menjadi napas hidup. Belajar sebagai al-jihād fī sabīlillāh untuk mengarungi samudra ilmu Allah Swt. yang Mahaluas. Ini sesuai dengan cita-cita ‘Urwah bin Zubair. “Cita-citaku adalah zuhud di dunia dan sukses di akhirat. Aku hanya ingin menjadi bagian yang ikut andil dalam menyebarkan ilmu-ilmu Allah Swt.” 

***

(ed: Du)

 

Rikza (bukan Rizka) Anung Andhita Putra (14 tahun) masih nyantri di Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Bekasi.