Kiai Sa’dulloh Majdi, Pendiri Madrasah Al-Ittihad

Esai Chubbi Syauqi

Setelah dirasa memiliki kecakapan membaca Al-Qur’an, ayah menyantrikan diriku ke Madrasah Al-Ittihad. Di tempat ini, aku memulai tafaqquh fi din dengan berkenalan berbagai kitab-kitab klasik.

Pertama kali aku nyantri di madrasah pada tahun 2008. Ketika itu, aku masih menyandang status sebagai pelajar di sekolah dasar. Melalui madrasah, aku menemukan berbagai ilmu agama yang tidak aku dapatkan selama di sekolah dasar. Bagiku, madrasah menjadi ladang subur untuk menyemai nilai-nilai agama pada jiwa-jiwa yang gersang, terutama pelajar di sekolah umum seperti diriku.

***

Berkat Madrasah Al-Ittihad, aku banyak bersinggungan dengan ilmu-ilmu yang lazim dipelajari di sebuah pesantren, seperti tajwid, akhlak, fikih, tauhid, nahwu, shorof, hadis, tarikh, dan bahasa Arab. Madrasah Al-Ittihad memang bukanlah sebuah pesantren, tetapi kurikulum di madrasah tersebut berasal dari khazanah ilmu pesantren. Hal ini tak lepas dari pendiri Madrasah Al-Ittihad, yakni Kiai Sa’dulloh Majdi.

Kiai Sa’dulloh Majdi yang kerap disapa Mbah Sa’dulloh merupakan salah satu ulama karismatik. Beliau berasal dari Desa Pasir Kidul, Kecamatan Purwokerto Barat, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Semasa muda, ia banyak menghabiskan waktunya untuk memperdalam agama. Kehausan akan ilmu agama menuntut dirinya berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Ilmu sudah menjadi semacam candu bagi dirinya. Ia ketagihan untuk belajar lagi dan lagi.

“Mbah Sa’dulloh sangat bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Beliau pernah mondok di berbagai pondok pesantren, seperti Pesantren Leler (Banyumas), Pesantren Al-Hikam (Bendo), Pesantren Sarang (Rembang), Pesantren Termas, bahkan ke Pesantren Tebuireng,” tutur seorang yang dulu menjadi murid kinasih Mbah Sa’dulloh.

“Berdirinya madrasah merupakan hasil perenungan yang mendalam dari Mbah Sa’dulloh untuk mengembangkan ilmu pesantren,” lanjutnya.

Berbekal pengembaraan di berbagai pesantren, Kiai Sa’dulloh muda diliputi oleh cakrawala pemikiran yang luas, kritis, dan kreatif. Pemikirannya mengantarkan pada sebuah idealisme. Ia memulai perjuangan menegakkan panji Islam yang berbeda dengan generasi sebelumnya.

Kiai Sa’dulloh sebagai ulama muda tidak hanya memosisikan dirinya sebagai pewaris ilmu agama yang pasif. Sejak muda, ia sudah mengenal literasi, keberaksaraan, keorganisasian, dan kesusastraan. Ia memiliki sebuah inovasi (ijtihad) dalam tafaqquh fi din.

Dari proses pengembaraan ilmu di berbagai pesantren, Kiai Sa’dulloh merefleksikan dengan mendirikan sebuah madrasah. Pada eranya, tren ngaji keagamaan begitu menggeliat. Para kiai setempat mengandalkan langgar-langgar sebagai basis tempat mengaji. Namun, dalam perjalanannya, tempat ngaji ini lambat laun sepi dari peminat, dan berakhir bubar.

Madrasah yang dicetuskan oleh Kiai Sa’dulloh merupakan proses pembaruan dalam dakwah keagamaan di masa sebelumnya. Sebagai kaum muda yang kreatif, ia lebih didasari oleh kebebasan jiwa dan pikiran yang dimiliki. Gagasan untuk mendirikan madrasah mendapatkan angin segar dari masyarakat di sekitarnya.

Maka, pada tanggal 18 November 1959, Madrasah Al-Ittihad resmi berdiri. Sampai tahun 2020, Madrasah Al-Ittihad masih eksis dan banyak santri yang belajar di sana. Bahkan, madrasah ini sudah menyebar di berbagai wilayah di Kabupaten Banyumas.

***

Chubbi Syauqi lahir di Banyumas, 1 Maret 2000. Ia merupakan mahasiswa Jurusan Tarbiyah, Prodi Manajemen Pendidikan Islam IAIN Purwokerto. Ia tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan (HMJ MPI) dan tergabung dalam anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), serta terdaftar sebagai anggota Sastra Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) Purwokerto. Alamat rumahnya di Jl. Achmad Zein RT 02/RW 03, Pasir Kidul, Purwokerto Barat. Alamat e-mail: chubbisyauqi2000@gmail.com. Penulis dapat ditemui melalui akun Facebook: syauqi chubbi atau Instagram @syauqichubbi.