Lulus Jalur Corona

Cerita Muhsin Labib Ahmad Abidin (12 tahun)

Pada hari Selasa pagi, aku berangkat ke  Masjid Raya Sabilal Muhtadin. Masjid tersebut terletak di Kalimantan Selatan, tepatnya di Banjarmasin. Di masjid itu sedang ada acara, yakni khataman Al-Qur’an.

Aku datang ke tempat itu menggunakan baju gamis putih dan menggunakan jas hitam. Sambil melihat yang ada di sekitarku, banyak orang menggunakan baju putih. Tidak hanya laki-laki, ada juga perempuan yang jumlahnya tidak kalah banyaknya.

Semua orang dari berbagai wilayah di Banjarmasin berkumpul di tempat itu. Mereka adalah murid-murid kelas 6 sekolah dasar. Ada yang dari Banjarmasin sebelah selatan, utara, timur, dan barat. Aku mendapat undangan sebagai  perwakilan dari Banjarmasin Utara. Masing-masing daerah diwakili oleh dua orang. Mereka membaca Al-Qur’an di depan ratusan orang.

Semua murid yang bertugas berkumpul di belakang panggung. Panggung itu berletak tepat di depan semua murid. Aku melihat murid dari sekolah lain yang juga ditugaskan untuk membaca Al-Qur’an. Murid itu duduk sambil menunggu acaranya dan aku meninggalkan tasku di sana.

Aku pergi ke luar untuk mencari rombongan dari sekolahku. Aku mencoba mencari di belakang masjid, terlihat rombongan sekolahku sedang siap-siap berfoto.

“Eh, Labib ayo ikut foto,” kata temanku.

“Enggak, ah. Aku mau ke tempat aku bertugas,” kataku sambil berlari kembali menuju belakang panggung.

***

Setelah beberapa menit acara pun dimulai. Semua murid berkumpul di tengah masjid. Mereka duduk di tempatnya masing-masing. Ada beberapa murid di belakang panggung yang akan tampil di atas panggung. Sambil menunggu giliran tampil, aku berbaris bersama teman-temanku.

Tiba saatnya aku dan teman-temanku tampil. Kami naik dan duduk berbaris secara rapi di atas panggung. Keringat dingin pun mulai keluar dari tubuhku. Kami merasa gugup, tetapi kami tetap harus tampil di depan ratusan orang

Di atas panggung terlihat ratusan murid dari berbagai sekolah di Banjarmasin. Acara diawali oleh temanku dengan pembacaan tilawatil Al-Qur’an. Suaranya sangat merdu.

Setelah beberapa ayat dilantunkan olehnya, acara dilanjutkan dengan membaca Al-Qur’an secara estafet. Pembacaan bergilir dari satu teman ke teman lainnya. Diawali dari surah Adh-Dhuha, Al-Inyirah, At-Tin, Al-Alaq, dan Al-Qadr.

Pada giliranku, aku membaca surah Al-Bayyinah dan berlanjut lagi hingga surah Al-Lahab. Setelah selesai, aku membacakan Al-ikhlas hingga doa khatamul Quran. Setelah beberapa menit di atas panggung, kami pun beranjak turun dan menuju kembali ke belakang panggung.

“Alhamdulillah,” ucapku sambil bernapas lega.

Begitu juga dengan yang lain, kami merasa lega setelah beberapa menit berada di atas panggung.

Setelah kami tampil, acara dilanjutkan dengan sambutan dari Wali Kota Banjarmasin, yaitu Pak Ibnu Sina. Beliau mengatakan bahwa, “Dalam dua minggu ke depan sekolah akan diliburkan karena adanya virus corona.” Semua murid lantas berteriak karena senang. Kami yang berada di belakang panggung langsung mengintip kehebohan para siswa-siswi itu.

Acara pun telah selesai, kami langsung berkumpul untuk berfoto di atas panggung. Setelah selesai berfoto, kami membagikan sebuah brosur promosi sekolah SDIT Al-Firdaus, yaitu sekolahku dulu. Kami membagikan ke semua orang yang ada di masjid dan sekitarnya.

Setelah itu, aku bersama beberapa teman di sekolahku pergi ke tempat makan untuk mengisi perut yang kosong dari awal acara. Kami memesan makanan sambil bermain catur untuk menunggu makanan. Setelah makanan datang, kami makan dengan lahap. Perut kami mulai terisi.

Kami menunggu untuk dijemput  sembari ngobrol-ngobrol tentang acara tadi. Akhirnya, Go-Jek datang menjemputku setelah dipesankan oleh ayahku. Aku pergi menuju kantor ayahku yang letaknya tidak terlalu jauh dari masjid itu.

***

Satu minggu berlalu dari acara khataman itu, ada kabar bahwa sekolah akan diliburkan hingga waktu yang tidak bisa ditentukan. Teman-temanku yang sudah kangen sekolah bersedih akan kabar itu.

Meskipun sekolah libur, tetapi belajar tidak libur yang artinya kami tetap harus belajar. Setiap hari kami akan diberi tugas oleh guru melalui link, begitu pula dengan try out. Di sisi lain, angkatan kami juga spesial karena kami tidak merasakan yang namanya ujian.

Bulan-bulan berlalu,  kami lulus sekolah. Wisuda dilakukan secara online meskipun kami juga masih bisa ke sekolah untuk pengambilan foto pribadi dan penghargaan secara bergantian.

***

Setelah beberapa bulan akhirnya aku mulai masuk sekolah kembali. Kali ini dengan sekolah yang berbeda, yakni SMP dan Pesantren Bumi Cendekia yang berlokasi di Yogyakarta. Kami mulai dengan perkenalan selama 2 minggu dan pembelajaran secara online selama beberapa bulan.

Setelah new normal, aku diperbolehkan datang ke pesantren dan memulai pembelajaran secara normal dengan harus social distancing. Meski kelas 6 pengalamannya kurang banyak, aku tetap bersyukur masih bisa bersekolah.

***

Muhsin Labib Ahmad Abidin (12 tahun), santri kelas 7 SMP Pesantren Bumi Cendekia Yogyakarta. Penulis dapat ditemui lewat Instagram dengan nama: @mhsnlbib_.