Masalah Nana

Cerita Sukma Ayu Pratiwi (12 Tahun)

Namaku Dania Rycha Mainika. Aku biasa dipanggil Nia oleh teman-temanku.  Selama di pesantren, aku selalu bersama dengan Nana, sahabatku.
Tepat dua hari sebelum berangkat ke pesantren, aku mengenal Nana. Aku mengenal Nana di dalam sebuah grup WhatsApp. Di dalam grup itu hanya berisi enam orang saja. Kami menjadi cukup akrab gara-gara grup WhatsApp yang sederhana itu.

Aku ingat bahwa Nana pernah curhat kepada diriku. Ketika ia masih duduk di bangku sekolah dasar, ia sering di-bully oleh teman-teman perempuannya. Teman-temannya memang tidak terlalu banyak, hanya ada tiga perempuan dalam satu angkatannya. Ya memang jumlahnya tidak terlalu banyak karena dalam satu angkatan hanya ada 25 siswa. Jumlah yang sedikit, kan?

Nana juga bercerita bahwa dulu dirinya sering diperlakukan semena-mena oleh teman-teman perempuan. Ia pernah diperintah untuk menyapu kelas sendirian juga mencuci piring sendirian. Tidak hanya itu saja, tas milik Nana juga pernah dibuang di tong sampah. Wah kejam sekali, bukan? Andai aku menjadi Nana, pasti sudah aku omelin mereka.

Teman-temannya itu sebenarnya tidak dapat mengerti Nana. Nana memang memiliki kekurangan. Ia memiliki penyakit kanker otak ringan dan gegar otak. Ketika masih kecil, dirinya pernah jatuh dari tangga sebanyak dua kali. Ia juga pernah tertabrak sepeda motor sehingga kepalanya terbentur. Hal itulah akhirnya memicu kanker otak ringan.

Aku pernah bertanya, “Kalau teman perempuan kamu seperti itu terus kamu berteman dengan siapa?”

Nana menjawab, “Aku berteman dengan teman laki-lakiku.”

Aku sedikit terkejut mendengarnya. Pasalnya, aku tidak terlalu akrab dengan teman laki-laki. Nana berpendapat bahwa berteman dengan laki-laki, tidak ada salahnya. Meskipun, ia sering disebut tomboi, banyak tingkah, dan lain-lainnya. 

Nana juga pernah bercerita bahwa dulu dirinya berniat untuk bunuh diri.
Aku mulai merinding mendengarnya. Ia pernah minum obat-obat sebanyak mungkin. Obat tersebut merupakan obat dari dokter karena kebetulan ia juga sering sakit. Gara-gara minum obat itu, ia sempat masuk UGD selama dua minggu. Badannya membiru dan keluar busa dari mulutnya. Untungnya Nana tidak sampai koma. Ia selamat dan berangsur sembuh.

Nana berkata, “Aku memang pernah berpikir untuk bunuh diri. Setelah aku pikir dua kali, hidupku masih sangat panjang sehingga aku tidak mau untuk mengulanginya.”

Aku tersenyum dari kisah kehidupan Nana. Aku mendapatkan hikmah bahwa sesulit-sulitnya masalah yang dihadapi, tak seharusnya untuk putus asa. Namanya kehidupan pasti ada yang namanya masalah.

***

Sukma Ayu Pratiwi (12 tahun) merupakan santri Pondok Pesantren Al-Ikhlas Berbah, Sleman. Ia berasal dari Magelang. Penulis adalah siswa kelas 7 MTs Al-Ikhlas.