Mata dan Kepalsuan

Cerita Muhammad Khasbi M.

Seujung jari lagi aku menggapai tangan Kiai. Namun, serangan balik dari dunia lain membuat lemas dan lunglai tanganku. Sehingga pil pahit terpaksa aku telan untuk kesekian kalinya.

***

“Surya? Apakah ini kamu? Teman sekamar denganku di pondok dulu?”

Tiba-tiba, kata-kata itu, membelalak mataku. Tidak dapat dipercaya, situasi berbanding terbalik. Kini tampaknya aku berada di atas awan.

“Iya, aku Surya. Teman satu pondok di Miftahul Huda,” sahutku gembira.

“Sini, kamu naik panggung bersama aku,” ungkapnya lagi.

Aku tampak ragu-ragu. Keadaan seperti sekarang ini rasanya tidak mungkin untuk melakukan hal nyeleneh. Banyak jemaah pengajian yang melihat. Toh, ini juga di desaku sendiri. Jika aku naik, pasti akan timbul banyak pikiran negatif nantinya.

“Loh, kenapa Njenengan tidak naik saja sih, Gus?” tanya Faiz yang penasaran dengan cerita yang sedang aku tuturkan.

Aku memang sudah lama memutuskan untuk tinggal bersama istri dan anak-anakku di Banyumas. Semenjak anakku yang kedua lahir, aku tak sanggup untuk terus membuntuti ketenaran ayahku.

Aku tidak mau enak-enakan, hanya gara-gara ayahku seorang kiai. Toh, mandhi (baca: sakti) manusia bukan diukur dari anak kiai atau bukan. Siapa saja bisa mencapai makom itu, asalkan dia sudah rida dengan Allah Swt.

“Lalu apa yang terjadi selanjutnya?” Faiz semakin penasaran.

Bukan membalas pertanyaan Faiz, aku justru mengalihkan pembicaraan. Aku katakan saja padanya jika aku dan Kiai yang sedang manggung itu dulunya adalah musuh. Kami tak pernah bertemu soal nalar berpikir.

Aku sedikit selengean, sementara dia–Kiai yang sedang manggung–sangat taat dan patuh. Pokoknya, santri lurus, tidak neko-neko.

“Dulu kami pernah berdebat,” sambungku.

“Berdebat soal apa, Gus?” tanya Irul kompak dengan Faiz.

“Berdebat soal kebenaran pandangan mata. Aku punya argumentasi jika yang dipandang mata itu adalah kepalsuan. Termasuk kamu, Iz. Kamu hanyalah kepalsuan belaka. Yang nyata itu Allah Swt.,” ucapku.

***

Muhammad Khasbi Minannurrohman (21 tahun) mahasiswa IAINU Kebumen dan pernah mondok di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Wonoyoso. Penulis dapat ditemui lewat Facebook dengan nama: Muhammad Khasbi Minannurrohman atau Instagram dengan nama: minan_khasbi.