Memilih Jalan yang Salah

Cerita Naila S.l (12 Tahun) 

Aku dan Lara baru saja bertemu kembali. Sudah banyak memori yang kita lalui. Kau selalu terlihat ceria di saat yang paling menyakitkan sekalipun. Padahal, kau adalah seorang pemikir keras. Seakan hidup itu selalu bahagia. Namun rahasiamu mulai terungkap.

***

Pagi itu adalah pagi yang melegakan. Masalah yang melilit kita selama seminggu ini sudah selesai. Kau terlihat masih tertidur lelap dengan selimut menutupi seluruh badan.

“Lara, bangun, Ra. Sudah mau salat Subuh nih. Jemaah, jemaah …,” aku membangunkannya.

“Hmmm …,” jawab Lara setengah sadar.

Akhirnya, kau dan aku bangun dan mengambil wudu. Di tempat wudu, banyak orang sedang mengantre untuk wudu. Saat mengambil wudu, aku melihat bekas luka di tangan Lara. Tanpa pikir panjang, aku pun bertanya.

“Lara, tangan kamu kenapa?”

“Oh, en … eng … engak …. Ini cuma dicakar kucing aja.”

“Kucing yang mana?”

“Itu kucing tetangga.”

“It ….”
Belum selesai aku bicara, kau memotong pembicaraanku.

“Stt …tanyanya nanti saja. Kamu mau wudu, kan? Nih kamu dulu aja,” katamu mengelak.

“Iya ….” Aku belum puas dengan jawabannya, tetapi aku membiarkan saja. Aku juga sadar sepertinya aku terlalu bawel.

Setelah itu, kami jemaah salat Subuh.

Hari–hari kita lalui besama. Banyak sekali perasaan saat kita bersama. Kebahagiaan, kesedihan, masalah maupun kebeuntungan silih berganti.

Aku menemukan banyak luka di tubuhmu. Menurutku, kau terlalu banyak berpikir tentang masalah yang kita alami. Aku sudah berusaha untuk membujukmu tidak melakukan ini, tetapi pada akhirnya malam itu di balkon.

***

“Nai, aku mau ngomong serius sama kamu,” katanya sedikit canggung.

“Iya ngomong aja,” kataku menganggapnya bercanda.

“Kalau aku pergi, jangan kagen ya …. Jangan jadi seperti diriku.”

“Kalau kamu pergi, aku pasti kangen.”

“Jangan ikuti aku.”

“Gimana maksudnya?”

“Entar dulu, aku pergi bentar, ya.” Aku pun pergi meninggalkannya.

“Iya …, Jangan kangen beneran ya,” katanya lirih.

Saat aku kembali, aku langsung tertunduk dan menangis.

Kau memilih untuk mengakhiri hidupmu dengan jatuh dari atas balkon. Sekarang kau menjadi penghuni di sana. Aku hanya bisa mendoakanmu.

 

***

Naila S.l (12 tahun) merupakan santri kelas 7 SMP Pesantren Bumi Cendekia Yogyakarta. Penulis dapat ditemui lewat Instagram dengan nama: @SYDD_1.