Menanti Pelangi Kembali di Atas Bumi Cendekia

Cerita Riffat Farhan Aly

Tibalah saatnya Bunda, Ayah, dan Mas Abay mengantarku untuk menuntut ilmu di SMP dan Pesantren Bumi Cendekia. Aku ingat sekali suasana hari itu. Pondok begitu meriah karena semua orang tua hadir untuk mengantarkan anak-anaknya.

Depan Joglo Merah dipasang tenda, semua orang tua berkumpul dalam satu ruangan. Mereka mendengarkan penjelasan terkait dengan peraturan pesantren, begitu pun aku. Sebagai calon siswa yang akan nyantri di sana, aku dikumpulkan terpisah bersama santri-santri lain oleh panitia MOS.

MOS diawali dengan perkenalan santri satu sama lain. Kami juga diberikan game-game. Kami semua merasa bergembira meskipun belum saling kenal.

Tibalah acara simbolis penanaman pohon kelapa dilanjutkan dengan cap lima jari oleh setiap santri. Dengan menulis, “I want to be ...,” di spanduk masing-masing dan disaksikan seluruh orang tua.

Entah apa yang ada dalam benakku saat itu, aku menulis, “I want to be sebagai anggota TNI.” Reaksi Bunda sangat terkejut saat itu. Bunda tidak percaya kalau aku menulis menjadi anggota TNI. Setahu Bunda, aku ingin sekolah sampai ke luar negeri, tetapi Ayah dan Mas Abay mendukungku saat itu.

***

Hari semakin sore dan aku harus mau ditinggal untuk mengikuti semua kegiatan MOS. Hari-hari pertama, aku menjalani begitu berat menjadi calon siswa dan santri. Karena banyak kegiatan yang semuanya harus kukerjakan sendiri, mulai dari merapikan baju, membereskan tempat tidur, menata barang-barang yang kubawa dan banyak lagi.

Jujur, aku bingung dengan perubahan aktivitasku sekarang, tetapi aku harus kuat karena ini sudah menjadi pilihanku. Jangan sampai aku membuat kecewa Ayah dan Bunda.

Aku jadi ingat, Mas Abay pada saat seusiaku juga sama. Ia menuntut ilmu di salah satu pondok pesantren di daerah Krapyak, yaitu SMP Ali Maksum.

Sebulan berlalu dan masa perkenalan sudah usai. Kami sudah aktif masuk kelas untuk mengikuti pelajaran. Aku senang sekolah dan mondok di sini karena seluruh santri diperbolehkan membawa Hp dan laptop untuk alat komunikasi serta pembelajaran. Namun bukan berarti kami seenaknya menggunakan Hp, hanya ketika hari libur dan saat pembelajaran yang harus menggunakan Hp.

Aku merasa hari-hariku terasa lama.  Jadwal kunjungan orang tua setiap dua minggu sekali, selalu aku tunggu–tunggu. Kata pengasuh pondok, aku adalah santri yang paling rajin melihat kalender pendidikan.

Bolak–balik ke kantor hanya untuk melihat tanggal berapa jam kunjung dan kapan liburan semester. Entahlah, aku merasa mulai tidak betah dengan suasana pondok.

Pernah saat jam kunjung ketika Bunda dan Ayah mengantarku kembali ke pondok, aku menangis sejadi-jadinya. Aku bilang terus terang kalau tidak betah, ingin pulang dan pindah sekolah. Namun, Ayah dan Bunda tidak patah semangat, tidak ada istilah pindah. Pokoknya, aku harus tetap melanjutkan belajar di sini.

Aku sangat bersyukur karena pengasuh pondok begitu sabar mendampingiku. Padahal aku sempat membuat heboh seisi pondok dengan kepulanganku yang tanpa izin. Pengalaman yang sangat berharga bagiku saat itu dan aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

Bulan terus berganti, tidak terasa satu semester kulewati hari-hariku di Pondok Pesantren SMP Bumi Cendekia. Semua karena jasa guru-guru dan pengasuh yang sabar menghadapi diriku yang sering mengeluh sakit dan menangis karena tidak betah. Selain itu, berkat Ayah, Bunda, dan Mas Abay yang tak pernah lelah mendoakan aku setiap habis salat.

Aku ingat kata-kata Bunda kepadaku,

“Adik, orang-orang yang sukses itu diawali dengan sebuah perjuangan, seperti saat ini Adik belajar di pondok, semua untuk masa depan Adik, bukan karena Ayah dan Bunda tidak sayang. Ini perjuangan Adik untuk belajar mandiri.” 

Lalu, Bunda melanjutkan berkata, 

“Lihat pelangi yang begitu indah warna-warnanya, pelangi baru muncul setelah ada hujan, sama dengan kebahagiaan akan datang setelah kesedihan.”

Sambil duduk termenung setelah selesai mengikuti KBM, aku memilih duduk di depan Joglo Abang, menyaksikan sisa-sisa hujan yang turun dari genting.

***

Hari yang kutunggu akhirnya tiba, liburan semester satu. Woo ternyata enam bulan sudah kulalui hari-hariku di pondok bersama teman-teman. Banyak cerita yang kulalui mulai dari keegoisanku yang belum bisa menyesuaikan diri, gampang tersinggung, dan tentu cerita yang membuatku bahagia selama di pondok. Apa yang telah kujalani semuanya adalah pengalaman hidup yang tak akan kulupakan.

Hadiah liburan semester satu ini, yaitu traveling ke Pulau Bali. Sebenarnya liburan kali ini tidak seru, Mas Abay tidak ikut karena masih ujian semester. Aku berangkat ke Bali hanya berdua dengan Bunda. Ayah sudah berangkat duluan karena ada tugas yang harus diselesaikan.

Tiga malam sudah cukup bagiku untuk berkeliling pulau yang terkenal dengan kesenian barong dan tari kecak-nya. Alhamdulillah, aku sempat menonton atraksi tari barong dan mengunjungi beberapa tempat wisata di Pulau Dewata.

Liburan telah usai dan saatnya aku kembali ke pondok untuk mulai belajar dan mengikuti semua kegiatan pondok semester dua. Seperti pada umumnya, awal terasa berat sekali untuk kembali ke pondok setelah libur dua minggu lamanya, tetapi aku harus kuat. Aku harus fokus belajar  agar bisa menjadi orang yang hebat kelak.

Dua bulan lebih di semester dua telah aku lalui. Selama itu, hari-hariku diisi dengan berbagai kegiatan belajar mengajar di pondok. Sampai pertengahan bulan Maret seluruh belahan bumi termasuk Indonesia terkena dampak virus Corona, Covid-19.

Penularan virus Corona sangat cepat, kita bisa terkena hanya melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi virus Corona. Sebagian besar wilayah Indonesia termasuk Kota Yogyakarta memberlakukan social distancing. 

Social distancing adalah salah satu langkah pencegahan dan pengendalian infeksi virus Corona. Caranya dengan menganjurkan orang yang sehat untuk membatasi kunjungan ke tempat ramai dan kontak langsung dengan orang lain.

Begitu pun Pondok SMP Bumi Cendekia melakukan kebijakan sosial distancing sementara. Tujuannya untuk meminimalkan penyebaran virus Corona. Salah satu kebijakan yang diberlakukan, yaitu selama masa pandemi Corona kami seluruh santri tidak dibolehkan pulang dan dikunjungi oleh orang tua selama batas waktu yang belum bisa ditentukan.

Berat rasanya semakin sedih, tetapi semua ini adalah ujian yang harus bisa kulewati. Dua minggu full kami semua tidak bisa ke luar dari pondok, kalaupun orang tua mau mengirim makanan harus mengikuti aturan yang diberlakukan oleh pondok.

Pandemi Corona tidak bisa ditentukan akan berakhir sampai kapan. Pondok mengeluarkan kebijakan baru lagi. Pada awal bulan April, tepatnya tanggal 1 April 2020, seluruh santri/wati wajib dijemput pulang tanpa kecuali. Sejak itu otomatis kegiatan belajar dilakukan di rumah masing-masing.

Tak terasa satu bulan sudah aku menjalani belajar dari jarak jauh. Aku mulai merindukan suasana di pondok. Belajar jarak jauh bagiku tidak menyenangkan. Aku lebih senang belajar langsung bersama guru dan teman-teman, tetapi demi kebaikan bersama serta mengikuti kebijakan pemerintah mau tidak mau pembelajaran daring pun harus dijalani.

Semoga virus Corona segera hilang dari muka bumi ini agar aku bisa bertemu dengan teman-temanku dan kembali belajar bersama. Akan kunanti hadirnya pelangi dalam suasana yang bahagia di Pondok Bumi Cendikia Tirtoadi Sleman.


***
Riffat Farhan Aly (14 Tahun), merupakan santri kelas 7 SMP Pesantren Bumi Cendekia Yogyakarta. Penulis dapat ditemui lewat Instagram dengan nama: _riffat_farhan_aly.