Menyelamatkan Ikan dari Tenggelam

Cerita Muhammad Khasbi Minannurrohman

Sore itu, Tamim bersama kedua temannya sedang bersiap menuju blumbang, tempat memancing ikan yang berada di pinggir sawah. Sementara Dani tampak sedang asyik bermain handphone bersama lima teman lainnya.

Suasana di hari Kamis pagi ini juga sangat pas untuk beraktivitas. Burung-burung terdengar saling melempar suara merdu, seperti tidak mau kalah untuk membangun suasana indah pagi hari.

Mungkin karena sekolah masih belum aktif, banyak anak-anak seumur Wahyu yang berhamburan ke sana kemari. Mereka berlarian, kadang juga ada yang terjatuh dan menangis. Kadang ada yang tertawa sampai menangis.

Desa memberikan penampakan yang indah tiada duanya. Tak seperti di kota. Masih banyak anak-anak bermain dan tak ikut terbawa perkembangan teknologi. Di kota anak-anak lebih individual. Sementara di desa, anak-anak sangat mencintai sosial.

“Ayuk, kita berangkat.”

Tamim segera menyiapkan segala perlengkapan untuk mancing dan menuju blumbang. Joran dan umpan sudah di tangan.

“Ayuk kita menuju tempat persembunyian,” ungkap Tamim pada dua temannya.

“Jangan-jangan kita mau mancing di blumbang yang ada ikan guraminya?”

Aziz kaget mendengar kata-kata ikan gurami. Bukan karena ia tak islami atau karena tak tahu agamanya apa, tetapi karena yang punya ikan gurami. Orangnya terkenal galak. Apalagi kalau sampai ketahuan.

“Jangan kayak terorislah, Mim. Kita mancing di tempat yang legal saja. Kalau kita mancing di blumbang itu, kita sama aja kayak teroris. Melakukan kegiatan ilegal,” ucap Aziz mendadak.

Singkat cerita, sampailah mereka bertiga di blumbang yang dimaksud itu. Kini kail sudah terpasang. Tamim dan Aziz serta satu teman yang lain sudah pada posisinya masing-masing.

Sebelum dilempar ke tengah blumbang. Tamim berseloroh kalau niat mancing kita itu baik. Sama sekali bukan pelanggaran. Apalagi kegiatan yang berbau teroris. Teroris itu, kan, di samudra. Lah itu, loh: “Imam Samudra.”

“Mari kita niat bersama-sama. Niat kita mancing ikan adalah menolong mereka supaya tidak tenggelam di dalam air.”

“Tapi, kan?” ucap Aziz.

“Jangan tanyakan agama ikan apa. Wong mau berbuat baik kok tanya agamanya apa,” timpal Tamim.

Sementara di tempat yang berbeda. Dani yang sedang asyik main handphone tiba-tiba dimarahi oleh ayahnya.

“Main game terus! Kamu disuruh sekolah malah mainan handphone terus. Apa gak lihat tuh teman-teman kamu lagi ngerjain tugas.”

Sambil menunjukkan layar handphone yang berisi tulisan tugas lima teman Dani tampak senyum. Mungkin mereka takut juga kena marah sehingga ia memberikan bukti.

Tetapi jangan salah sangka. Dani hanya sedang apes karena tak sigap dengan situasi. Ia lupa tak menggeser layarnya ketika ayahnya datang. Karena sudah kepalang basah, ia tak bisa lari dari tuduhan. Sementara lima temannya aman-aman saja.

“Sudah. Kamu ke blumbang sana. Ayah sudah beli pakan ikan yang halal,” ucap ayah Dani kesal.

Ayah Dani ini dikenal sebagai orang yang galak. Jelas tampangnya lebih galak daripada polisi India bernama Ladhusing. Tetapi untuk urusan berkebun, beternak, dan bertani ia sangat nomor satu. Apalagi soal makanan buat ternak-ternak yang seabrek banyaknya. Sangat royal.

“Loh, kok makanan ikan gurami kayak gini?” Dani terkejut.

“Lah emang kenapa?”

“Ini klepon. Gurami, kan, gak makan klepon.”

“Kamu salah buka plastik berarti,” ucap ayah Dani sambil ngelus jidat teman Dani. Eh, jidatnya sendiri.

***

Muhammad Khasbi Minannurrohman (21 tahun) mahasiswa IAINU Kebumen dan pernah mondok di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Wonoyoso. Penulis dapat ditemui lewat Facebook dengan nama: Muhammad Khasbi Minannurrohman atau Instagram dengan nama: minan_khasbi.