Pandemi: Kematian Massal dalam Sejarah

Esai Ahmad Beghtas Dhiya Ulhaq

Secara pengertian, pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas. Pandemi menjadi salah satu momok bagi manusia sejak dahulu, bahkan pandemi dianggap manusia adalah ulah para roh-roh jahat dan dewa yang marah. Mereka belum percaya dengan  mikroba yang sangat kecil menyerang tubuh mereka dan membuat imun mereka melemah.

Pada tahun 1347-1351 Masehi, ada wabah dari bakteri Yersinia menjangkiti Eropa melalui tikus-tikus. Tak hanya di Eropa bahkan Asia, Amerika Utara, pesisir Atlantik juga terkena. Korban wabah mencapai satu miliar orang meninggal. Jumlah tersebut adalah jumlah dari 1/3 populasi dunia saat itu.

Virus ini dibawa oleh tikus-tikus, tetapi di Eropa kucing yang menjadi predator alami tikus malah dibabat habis. Kucing dianggap hewan pembawa sial dan identik dengan peliharaan penyihir jahat. 

Akhirnya, tikus-tikus berkembang pesat dan bakteri Yersinia menyebar ganas ke manusia. Wabah ini dinamai Black Death. Nama Balck Death sendiri berasal dari bahasa Latin Atra mortem karena beberapa gejala yang berkaitan dengan warna hitam.

***

Pandemi lain yang pernah menyebar adalah virus cacar. Cacar sudah ada sejak 10.000 SM di Mesir, tetapi baru ditemukan vaksinnya oleh Edward Jenner pada tahun 1796 M.

Sebuah kisah sejarah menceritakan pada 5 Maret 1520 M, rombongan kecil dari Spanyol datang bertolak dari Kuba menuju Meksiko. Rombongan ini terdiri dari 900 pasukan dengan membawa kuda-kuda, senjata api, dan sejumlah budak Afrika.

Sebuah virus cacar atau smallpox menempel pada seorang budak bernama Franciso de Egola. Ia diistirahatkan di salah satu rumah penduduk di Kota Cempoala karena dia sakit dan dianggap tidak penting. Dari sini virus cacar atau smallpox menyebar.

Virus ini mulai menjangkiti anggota keluarga tempat ia tinggal, lalu menyebar ke tetangga dan bertambah luas. Akhirnya dalam 10 hari, seluruh penduduk di Kota Campoala terjangkiti. Lalu, banyak penduduk kota tersebut mengungsi keluar ke kota-kota lain dan menyebarkannya. Satu per satu kota takluk dan menjadi sebuah lahan kuburan massal.

Pada Sebtember 1520 M wabah memasuki lembah Meksiko dan pada bulan Oktober memasuki gerbang ibu kota Aztec, Tenochtitlan. Sebuah kota megah metropolitan berpenduduk 250.000 jiwa. Dalam kurun waktu 2 bulan saja sepertiga penduduk musnah termasuk Kaisar Aztec yang bernama Cuithlahuac.

Masyarakat Maya di Semenanjung Yukatan meyakini bahwa ini perbuatan dewa jahat yang bernama Ekspetz, Uzannkak, Sojakak. Dewa tersebut terbang di malam hari dan menular orang dari satu desa ke desa lain.

Para pendeta dan dokter menyarankan berdoa, mandi air dingin, melumuri tubuh dengan bitrumen, dan mengolesi tubuh dengan kumbang hitam yang digepengkan.

Usaha ini sia-sia dan ribuan jiwa tetap meninggal setiap harinya. Saat Spanyol datang pada 5 Maret 1520 M, Meksiko berpenduduk 22 juta jiwa dan berubah  menjadi 14 juta jiwa pada bulan Desember. Pada tahun 1580, penduduknya hanya tersisa tak sampai 1 juta jiwa.

Dua abad kemudian, pada 18 Januari 1778 M penjelajah Inggris, James Cook, mencapai Hawai. Hawai berpenduduk padat setengah juta jiwa. Mereka hidup terisolasi dari dunia luar.

Orang-orang Eropa datang membawa tuberculosis, dan sifilis. Para pendatang Eropa selanjutnya menambah daftar penyakit, hingga tahun 1853 M hanya tersisa 70.000 jiwa yang selamat.

***

Insiden wabah dan pandemi mulai mengalami penurunan drastis pada beberapa dekade terakhir.  Semua ini berkat kemajuan kedokteran abad-20 yang menyediakan kita berbagai teknologi mutakhir dari vaksinasi dan antibiotik.

Meskipun tak dipungkiri, di abad 20 ada beberapa pandemi muncul, tetapi angka korban yang dihasilkan jauh lebih sedikit dan lebih cepat tuntasnya daripada wabah sebelumnya.

Bencana flu burung muncul tahun 1997, selesai pada 10 Mei 2019 dengan total 861 kasus dan 445 kematian. Flu babi muncul tahun 2009/2010 dan telah menewaskan 575.400 jiwa. Terakhir adalah ebola pada tahun 2014-2016.

Wabah ebola mulai menyebar di Afrika Barat dan merisaukan banyak orang. Orang-orang menganggap akan kembalinya tragedi Black Death.  Pada 26 September 2014, WHO (organisasi keseharan dunia) mengatakan, “Darurat kesehatan publik terburuk yang pernah ada dalam masa modern.”

Wabah ini berhasil ditangani dan dijinakkan pada awal 2015.  Pada Januari 2016 WHO menyatakan selesai. Ebola hanya menjangkiti 30.000 orang dan menewaskan 11.000 jiwa.

Salah satu penyakit yang bahaya dan tak terdeteksi selain ebola adalah HIV dan AIDS . Sejak mencuat pada 1980, lebih dari 30 juta jiwa meninggal dan jutaan lainnya mengalami kerusakan fisik permanen dan psikologi.

Pandemi HIV memiliki kesulitan tersendiri dalam penanganannya. Jika cacar hanya menewaskan penderitanya setelah beberapa hari terkena, HIV dan AIDS butuh berbulan-bulan juga kadang tahunan. Kadang juga yang terinfeksi tak kelihatan terkena penyakit dan kelihatan sugar bugar.

Pada 1981 terdapat dua pasien meninggal di rumah sakit New York. Satu didiagnosis sebab penyakit paru-paru dan satunya kanker. Saat itu tak satu pun tahu bahwa keduanya adalah pengidap positif HIV selama bertahun-tahun. 

Ikatan Dokter Dunia ketika mengetahui penyakit misterius tadi, segera meneliti dan baru bisa memahami dan mengidentifikasi 2 tahun setelahnya. Para dokter masih belum menemukan obatnya dan sebatas memperlambat epidemi.

Sepuluh tahun kemudian, obat-obat baru hanya bisa mengubah HIV dari vonis mati menjadi kondisi kronis. Perkembangan teknologi dan kecanggihan yang ada belum dapat menemukan obat untuk HIV. Lalu bagaimana kalau ini terjadi pada abad pertengahan? Mungkin akan menjadi pandemi massal yang mengakhiri sejarah manusia.

Meski pada masa mendatang peralatan kedokteran semakin tinggi dan canggih, tak menutup kemungkinan bakteri dan virus berevolusi semakin ganas. 

***

Ahmad Beghtas Dhiya Ulhaq (18 tahun) merupakan santri Pondok Pesantren Sidogiri. Ia menjadi siswa kelas 3 Madrasah Aliyah Miftahul Ulum. Penulis dapat ditemui lewat Facebook dengan nama: Abektas Dhiya Ulhaq atau Instagram dengan nama: Abektas Dhiya Ulhaq.