Pohon Kalimasada di Teras Pondok

Cerita Mukhlis

Di teras pondokku, ada sebatang pohon kalimasada. Pohon itu dulu asalnya dari Pulau Karimunjawa. Waktu Pak Yai pergi ke sana, beliau membawa pohon yang masih kecil dan menanamnya di teras pondok.

Pohon kalimasada jarang ditemui di Pulau Jawa. Selain itu, konon, pohon itu bertuah. Dia bisa mencegah balak dan melindungi pemiliknya. Sehingga, rumah yang ditanami pohon itu akan terasa aman dan nyaman untuk ditinggali.

Ada yang bilang nama pohon itu berasal dari “kalimat syahadat”. Orang Jawa zaman dahulu memudahkan pengucapannya menjadi “kalimasada”.

Di dunia wayang, sang ksatria Yudhistira punya pusaka yang namanya Jamus Kalimasada. Pusaka itu kuat sekali dan membuat pemiliknya menjadi orang yang bijaksana. Oh iya, Yudhistira itu kakak tertua Pandawa, lima ksatria gagah berani dan berbudi.

Suatu hari, seorang santri bernama Kang Zahid sakit demam dan pusing. Teman-teman merebus air dan memasukkan daun-daun pohon kalimasada ke dalamnya. Lalu, air hangat itu dipakai Kang Zahid untuk mandi.

Aku lupa apakah Kang Zahid jadi sembuh atau tidak. Yang jelas, keesokan harinya, Kang Zahid sudah tertawa-tawa seperti biasanya. Kang Zahid memang lucu. Ia suka tertawa terbahak-bahak kalau ada santri yang bercerita lucu.

Di depan pondok ada seorang tetangga bernama Syekh Nurdin. Dia berjualan jajan tahu walik di teras rumahnya. Syekh Nurdin bercerita bahwa dulu pernah memotong dahan pohon kalimasada di pondok. Potongannya lalu dibentuk menjadi tongkat. Dia menyebut tongkat itu “teken sakti kalimasada”.

Mungkin Syekh Nurdin juga sakti. Tapi aku tidak pernah melihat dia bertarung seperti pendekar silat memakai tongkatnya. Yang aku tahu, Syekh Nurdin pintar memijat orang yang kecapekan. Sampai-sampai, orang yang dipijatnya berteriak-teriak kesakitan. Kalau sudah begitu, Syekh Nurdin akan tertawa dan berkata, “Tidak apa-apa. Nanti juga capeknya sembuh. Hahaha…”

***

Cerita dari Mukhlis, santri PP Kaliopak Yogyakarta.