Puisi Khomarudin
Telunjuk Maha Guru
Lafal pengikut makna
Bukan makna menyembah lafal
Aksara selaras tujuan
Tujuan ialah penuntun aksara
Terakhir kau mengucapkannya
Diawali dengan tangisan anak di pangkuan
Mengawali ketukan salam
Dan mencium tanda kemuliaan
Di hadapan satu meja
Menunduk di balik tanda baca
Terbakti di bawah bimbingan
Beralas kasih sayang
Menjumput tebaran pengetahuan
Jika tiba saat
Cukup dan selesai waktu
Sudah datang pergantian peran
Kau rela menaruh tulang
Menjadi alas pijakan
Untuk terus mengeja zaman
Juga menyusun masa depan
2020
***
Wahid
Satu …
Satu-satunya …
Tanpa bisa berjalan
Mereka diam-diam mendapat tuntunan
Tanpa bisa melihat
Mereka diam-diam bisa membaca keadaan …
Aku tersadar bahwa hidup hanya lelucon
Aku
Wahai Satu …
Wahid yang menempel di dalam nama …
Mengartikan sejuta keluh kesah manusia
Menuntun dan membacakan satu jalan menuju-Nya
2020
***
Lanjutan Sulam Kemeja Gus Dur
Pakaian itu masih berlubang
Penuh rongga-rongga
Menghitam dan keruh
Kusam dan berbau menyengat
Semua itu di samping
Di pinggiran yang mengelilingi
Satu dari pusaran kancing
Menjadi batas terakhir
Kesepakatan untuk hidup berdamping
Menjadi pengikut atau penerus
Antara penyelamat atau penghancur
Belum selesai menuju jahitan
Sulaman kemarin masih saja merenggang
Apakah kita pantas memakainya?
Dan hanya mencintai satu tanpa memandang lainnya
Apakah kita telah siap untuk selesai?
Tergaris di pinggir memandang yang lain
Terlampau mengingat sekilas
Dan setelahnya hidup bersama lagi
Pantaskah pakaian tersebut melekat?
Wewangian harum masih menyengat
Ialah bunga bercampur setiap jejak
Motif warna, benang dan serat
Gus Dur memakai kemejanya
Menjahit surjan dan cheongsam
Membawa bakpao, lumpia, dan bakpia
Untuk kita, anak cucu bangsa
2020
***
Puisi karya Khomarudin, santri PP Kaliopak Yogyakarta