Puisi-Puisi Rilen Dicki Agustin: Aku – Bercermin di Kaca-Kaca

Puisi Rilen Dicki Agustin


Aku I

Aku lelah bekerja, pergi ke belakang pohon cemara. Lelahku kusimpan di bawah tanah, dekat akar pohon cemara. Lelah yang kukuburkan itu ialah uang. Menabung di sana.
Padang, 2020

***

Aku II

Tabungan kugali dengan cangkul. Hasilnya, kubawa ke liang kubur. Aku membeli bunga, kuserakkan di makam Ibu. Kusirami dengan air mata.
Menjadi kata-kata penuh doa.
Padang, 2020

***

Aku III

Aku pulang dari makam Ibu, membawa sejuta duka. Kutulis di kertas putih. Kertas itu ternoda dengan kata duka yang kutulis di sana.
Padang, 2020

***

Bercermin di Kaca-Kaca

Aku bercermin di kaca yang retak. Wajahku pun retak di sana. Dengan garis-garis dosa, membuana ke lembah dusta.

Cermin itu tak lagi kaca. Ia sudah menjadi kaca-kaca. Kaca yang berkaca.
Retak, membangun garis khatulistiwa di wajah yang berdosa.

Sebab, aku melihat dosa. Wajahku banyak di bayangan kaca-kaca retak.
Aku lihat darah di kaca. Apa mungkin itu darah dosa wajahku?

Dosa yang membual di mana-mana. Dari mata ke pangkal dagu. Belum lagi ke ujung tumit. Aku jadi menghitung dosa dengan kaca-kaca.
Apa kaca-kaca salah? Apa aku yang salah?

Pertanyaan itu terjawab sudah di cermin kaca-kaca. Cermin yang retak.
Aku berkaca dengan kaca-kaca. Bedak jadi warna mata di semua wajah yang penuh dosa.
Padang, 2020

***

Rilen Dicki Agustin (21 tahun), merupakan alumnus SMANSa, kini berkuliah di Jurusan Sastra Indonesia, Unand. Suka membaca dan menulis pusi. Buku tungalnya, Lupa Hormat pada Merah Putih (2020). Sekarang, ia sedang mempersiapkan buku baru dengan judul, Air Mata Rindu dalam Gelas.