Esai Firza Ahmad Maulana
Menurut Al-Habib Luthfi bin Yahya, kata ratib berasal dari kata رتب، يرتب yang berarti susunan atau urut-urutan yang tertib. Ratib adalah kumpulan doa dan zikir al-ma’tsurat yang bersumber dari hadis Rasulullah saw. dengan sanad yang jelas. Ratib dirangkai oleh ulama sahih yang diyakini sebagai waliyullah, dalam suatu susunan tertentu berdasarkan besar kandungan fadilahnya, tetapi tetap ringan dan mudah diamalkan.
Ratib Al-Haddad sangat masyhur di kalangan masyarakat. Sesuai dengan namanya, ratib ini disusun oleh Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Konon, ratib ini disusun berdasarkan inspirasi yang beliau dapatkan pada malam Lailatulqadar tepatnya pada 27 Ramadan 1071 H. Sebagaimana diriwayatkan dalam kitab Dzakiratul Ma’ad Bi Syarhi Rotibul Haddad karya Syekh Abdullah bin Ahmad Basaudan Al-Kindi.
Ratib ini memiliki banyak faedah dan khasiat, menurut Al-Imam Habib Abdullah Al-Haddad beberapa khasiatnya adalah:
Pertama
راتبناكالسوردالحديدعلى كافةالبلدالذى يقراءفيها
“Ratib ini seperti pagar besi bagi seluruh negeri yang dibacakannya (Ratib Al-Haddad) di dalamnya.”
Kedua
راتبناهذا يحرس البلدة التي يقراءفيها
“Ratib ini menjaga negeri yang di baca di dalamnya (Ratib Al-Haddad).”
Ketiga
من والدي عليه رزق حسن الخاتمة
“Barang siapa senantiasa istikamah membaca ratib ini maka akan dianugerahi mati dalam husnulkhatimah.”
Al Habib Ahmad bin Zain Al Habsyi berkata, “Barang siapa yang membaca Ratib Al-Haddad dengan penuh keyakinan dan iman, ia akan mendapat sesuatu yang di luar dugaannya.”
***
Ada kisah menarik dari Habib Ali bin Husain Al-Haddad. Beliau merupakan generasi ke-7 dari Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Semasa hidupnya, Habib Ali rutin mengamalkan ratib tersebut. Beliau mengijazahkan amalan ratib, terutama sewaktu haul para masyayikh di Ponpes Langitan Tuban.
Habib Ali menceritakan pada zaman Jepang ketika bulan Ramadan ada rencana dari pihak Jepang untuk menangkap semua kiai dan habaib. Atas negosiasi dari Bung Karno (Soekarno) dengan pihak Jepang, rencana itu ditunda hingga Ramadan usai. Saat itu, K.H. Hasyim Asy’ari langsung memerintahkan agar ratib ini dibaca di seluruh masjid. Atas izin Allah, berkat amalan ratib ini rencana itu pun tidak terlaksana karena Jepang dijatuhi bom nuklir oleh Amerika.
Di beberapa daerah, ratib ini juga bisa diamalkan sebagai pengusir jin. Selain itu juga sebagai doa agar hajat kita dikabulkan.
Oleh karenanya, dalam 3 bulan terakhir ini, aku bersama Bapak dan Ibu berusaha selalu istikamah membaca ratib ini di tengah suasana pandemi virus COVID-19. Kami tetap berusaha istikamah membacanya. Meskipun terkadang ada saja godaannya mulai dari kecapekan, rasa kantuk, hingga suasana yang ramai disebabkan ulah adik-adikku.
Biasanya, kami membaca ratib ini sehabis salat Isya. Karena bertepatan dengan bulan Ramadan, kami membacanya sehabis salat Magrib untuk mengisi sedikit waktu antara magrib dan isya. Alasan kami mengamalkan ratib ini adalah sebagai sarana berserah diri kepada Allah. Kami meminta pelindungan-Nya dari bahaya apa pun, khususnya virus Corona. Secara umum, kami juga meminta keselamatan bangsa kita ini, bangsa Indonesia.
Menurut saya, selama masa pandemi ini kita harus menjaga diri, baik secara dhohir maupun batin. Dhohir, yaitu dengan cara mengikuti anjuran pemerintah untuk memakai masker, menjaga jarak, tidak bersalaman, dan lain-lain. Jika batiniah, salah satu caranya dengan membaca ratib ini atau bisa dengan amalan-amalan yang lainnya.
Semoga dengan berkat para wali-wali Allah, para aulia-aulia Allah, para ulama, juga orang-orang saleh, Allah Swt. menyelamatkan kita dan seluruh umat manusia khususnya bangsa Indonesia dari keganasan virus ini.
***
Firza Ahmad Maulana (17 tahun) merupakan santri Pondok Pesantren Al Qur’an Wates, Yogyakarta dan berasal dari Singosaren, Wukirsari, Imogiri, Bantul. Penulis dapat ditemui lewat Facebook dengan nama: Firza Ahmad atau Instagram dengan nama: @ahmad_firza99.