Santri, Baju, dan Perhiasan

Esai Muhammad Caesar Aditya

Sebagian besar orang menganggap santri itu harus orang yang berilmu tinggi. Menurutku, santri dianggap bisa kitab kuning, hafal Al-Qur’an, dan hafal hadis, itu salah. Anggap saja, semua itu adalah perhiasan. Akhlaknya adalah pakaian. Santri adalah orang normal yang membutuhkan pakaian dan perhiasan tersebut. 

Baiklah, anggap saja kita mempunyai uang lebih. Kita mampu membeli perhiasan. Namun, jika kita tidak punya uang, kita hanya bisa berusaha untuk mendapatkan perhiasan itu. Kita tahu, kemampuan seseorang itu berbeda-beda. 

Kita perumpamakan lagi saja, mereka yang mempunyai uang lebih adalah mereka yang memiliki daya ingat untuk menyerap ilmu dengan gampang. Sedangkan yang miskin adalah orang yang susah menyerap ilmu. Apa yang bisa dilakukannya? Ya hanya berusaha untuk bisa.

Apakah manusia jika hanya memakai perhiasan tanpa memakai pakaian yang menutup tubuhnya? Apa bisa disebut orang normal? Dan apakah orang yang tidak menggunakan perhiasan dan pakaian yang menutup tubuhnya bisa disebut orang normal? Tidak. Namun, orang yang menggunakan pakaian yang bisa menutup tubuhnya tanpa menggunakan perhiasan itu sudah bisa disebut orang yang normal. 

Menurutku, seseorang bisa dibilang santri jika dia mempunyai akhlak. Meskipun dia tidak berilmu tinggi dan lainnya. Akhlak sudah cukup. Seperti yang kita ketahui bahwa akhlak lebih tinggi daripada ilmu.

Menurutku, menjadi seorang santri di zaman sekarang itu sulit. Masyarakat sudah menganggap santri adalah orang yang suci. Jika sekali melakukan kesalahan akan dikecam oleh masyarakat. Padahal santri tidak lebih dari seorang insan yang sedang belajar menjadi lebih baik. Sehingga, kalau ingin menjadi santri harus memiliki mental yang kuat.

Wallahu a’lam bissowab.

***
Muhammad Caesar Aditya (16 tahun) merupakan santri Pondok Pesantren Luthful Ulum Pati sekaligus siswa kelas 11 MA NU Luthful Ulum. Ia berasal dari Desa Pasucen, Trangkel, Pati. Penulis dapat ditemui lewat Facebook dengan nama: Caesar adit.