Santri: Ngaji, Ngopi, Santuy

Esai Moh. Rofqil Bazikh

Diakui atau tidak, pesantren merupakan lembaga keilmuan yang perannya sudah terbukti dengan nyata dalam ranah keagamaan dan kemasyarakatan. Dari segi sejarah, orang-orang pesantren (santri) sudah membantu banyak terhadap perjuangan melawan penjajah. Kala itu, santri tidak hanya duduk enak di pondok, tetapi juga turun tangan dan merasakan bercak darah.

Dari titik sejarah itulah, sebuah peradaban yang dibangun oleh santri mulai benar-benar terlihat. Sayangnya, buku-buku yang diajarkan di sekolah formal mungkin sedikit yang membahas peran tersebut, atau mungkin tidak ada sama sekali. Sungguh betapa menyedihkan, santri seolah-olah luput dari catatan sejarah. Inilah yang harus disadari dan kemudian dikaji secara saksama.

Generasi berikutnya secara tidak langsung dihasut untuk melupakan apa yang telah diperjuangkan oleh para pendahulunya: kemerdekaan dari tangan kolonialis.

Sudah mafhum bahwa seluruh waktu santri di pondok dihabiskan untuk mencerdaskan diri dan sesama dalam ranah agama. Tidak cukup teori, santri juga bisa langsung turun ke bagian praktik dari apa yang telah diajarkan oleh kiai atau ustaz. Ini merupakan sisi yang tidak bisa ditandingi oleh lembaga pendidikan non-pesantren.

Ketika muncul program full day school, sesungguhnya praktik serupa dalam pesantren sudah melampaui rancangan Kemendikbud pada tahun 2017 silam itu. Maka menjadi tidak heran jika mayoritas santri, paling tidak, bisa memilah dan memilih mana yang hak dan yang batil. Dengan begitu, tegaknya agama akan begitu sangat mudah dalam diri masing-masing santri.

Zaman begini, dengan telah berkembang pesatnya banyak hal, santri harus disorot lebih. Dengan begitu, ia akan tetap menyala di tengah tatanan kemasyarakatan.

Istilah ngopi mungkin tidak asing lagi di telinga kita. Di kalangan santri juga bisa ditemui hal serupa. Ngopi dalam benak santri adalah sebuah akronim dari ngobrol pintar, atau lebih tepatnya ngalor-ngidul. Tentu itu adalah sebuah guyonan.

Akan tetapi, pernahkah kita berpikir bahwa tokoh dalam novel A. Fuadi, Negeri 5 Menara, justru dibangun atas mimpi yang lahir dari obrolan-obrolan tidak jelas, tetapi tetap diperjuangkan. Ini adalah kelebihan lain dari santri itu sendiri.

Dalam khazanah ilmu agama mungkin kita mengenalnya dengan istilah tabāyun. Di saat media sosial menawarkan banyak hal negatif, sebut saja hoaks, ngopi ini bisa sangat jadi alternatif dan jalan keluar yang efektif. Ia bisa mewakili konsep-konsep dalam tabāyun.

Tentu ngopi efektif ini bukan hanya sebagaimana yang lazim di kalangan santri, tetapi menjurus ke hal yang lebih serius, macam pertukaran pandangan dengan cara-cara dialektis. Inilah makna ngopi yang dimaksud dalam semacam guyonan di kalangan santri, “Kalau tidak bisa ngaji perbanyaklah ngopi!”

Sebagaimana dikatakan Saifuddin Zuhri, santri berasal dari rakyat dan kembali ke tanah rakyat. Dengan begitu, sudah seyogianya santri berperan masif di dalam tatanan kemasyarakatan.

Akan tetapi, dalam metodologi penerapan ilmunya, kebanyakan santri terlalu terburu-buru dan kurang santai. Ketika menghadapi masyarakat yang adat kebiasaannya tidak sesuai dengan agama, santri cenderung menganggap mereka sesat. Ini tidak baik. Sekali lagi, ini tidak baik.

Menghadapi perbedaan di dalam masyarakat, seharusnya santri bisa bersikap kalem, woles. Santri harus tahu apa yang memang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat. Baru kemudian dipikirkan jalan dan penerapannya. Ia semestinya seperti ikan di lautan yang bertahan hidup, tetapi tidak ikut asin.

Betapa metode yang benar-benar baik dibutuhkan sekali di titik ini. Santri tidak harus membuat semua orang sama, sebab Allah yang berkuasa dan mampu atas itu pun, tidak menginginkan atau malah sengaja membuat masyarakat plural.

Terakhir saya kutip judul buku dari penulis produktif yang membahas isu-isu seputar agama, Edi Ah Iyubenu, Tuhan itu ‘Maha Santai’ Maka Selowlah!

Jogja, 2020

***

(ed: Du)

Moh. Rofqil Bazikh adalah santri di PP. Nasy’atul Mutaallimin Gapura Timur, Sumenep, Madura. Ia bisa dihubungi melalui Instagram (@rofqiel).