Dua Sisi Solidaritas

Esai Dina Mufida Pratiwi

Solidaritas, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti perasaan senasib atau setia kawan. Jika menurut bahasa Inggris, disebut solidarity, yang mempunyai makna kesetiakawanan.

Solidaritas sangat penting dalam bermasyarakat karena kita adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan. Solidaritas juga dapat mencegah konflik dan menumbuhkan rasa simpati.

Bagi santri, solidaritas itu penting karena kita (santri) hidup berdampingan selama 24 jam. Kita saling membutuhkan satu sama lain.

Kebutuhan ini meliputi kebutuhan jasmani, seperti saling berbagi makanan jika dijenguk atau dapat paketan makanan dari rumah. Ada juga kebutuhan rohani, seperti teman yang setia untuk sekadar memberikan dukungan dan saran. Jika rasa solid ini terjaga, mungkin akan jauh ada kata konflik sesama teman.

Akan tetapi, apakah rasa solidaritas hanya berdampak positif?
Rasa setia kawan yang berlebihan ternyata bisa menimbulkan perpecahan. Sebagai contoh, kami santri yang sedang belajar di rumah karena pandemi. Semua kegiatan belajar mengajar dilakukan via online. Sistem ini bisa menguntungkan dan merugikan beberapa pihak.

Tentu saja menguntungkan bagi yang berlaku curang dalam pengerjaan ujian maupun pengerjaan tugas. Ditambah sekarang kemudahan melakukan komunikasi berkelompok, yaitu via group chat di beberapa media sosial. Bagi mereka yang mendapatkan keuntungan akan memunculkan rasa solid mereka dengan berbagi jawaban. Mereka akan menganggap ini adalah kesetiakawanan, bukan kecurangan. Bagi pihak yang jujur, ini pasti sangat merugikan tentunya.

Butuh keberanian besar untuk melaporkan hal ini karena akan ada konsekuensinya. Dijauhi teman dan dicap pengadu. Bahkan yang paling parah, yaitu perundungan. Hal ini akan menyebabkan gangguan psikis.

Bagaimanapun, kami lebih memilih teman daripada keadilan karena selama 24 jam kami sangat butuh teman, walaupun kami merasa diperlakukan tidak adil.

Solidaritas ternyata memiliki sisi positif dan negatif. Tergantung kita menghadapinya. Bijaklah dalam melakukan sesuatu. Pikirlah sebelum bertindak, akankah tindakanmu akan menghancurkan atau merugikan orang lain? Jika berdampak buruk dan terkuak, janganlah menyalahkan orang lain. Introspeksi diri sendiri itu lebih baik.

Dina Mufida Pratiwi (17 tahun)  merupakan santri Pondok Pesantren Sunan Pandanaran. Ia merupakan siswa kelas 3 MA Sunan Pandanaran dan tinggal di Kedungsari Gondang 001/006, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, DIY. Penulis dapat ditemui lewat Instagram dengan nama: mufidaa.dinaaa.