Tak Ada Kamar Kemalasan di Sebuah Pelatihan Kepenulisan

Esai Alfin Haidar Ali

Sejak kemarin, saya mendapat pesan dari teman-teman saya. Mereka menyangka tulisan saya di blog itu bagus. Teman saya mengirim sebuah tautan (pranala) tentang tulisan saya di blog. Seorang kenalan mengatakan bahwa ia sering membaca tulisan-tulisan saya di blog.

“Terima kasih. Berkenan membaca.”

Sebenarnya, saya ingin menulis setiap hari di blog seperti halnya Bapak Dahlan Iskan dengan lamannya, disway.id atau Mas Rifai Rifan yang terkenal dengan artikel-artikel di blognya. Namun Ustaz Ahmad Husain Fahasbu, dosen muda Ma’had Aly Nurul Jadid, menyarankan menulis di media sosial. Penulis pemula dapat menggunakan media seperti Facebook atau Instagram.

“Sungguh tidak terpuji orang-orang yang mengatakan Facebook itu makhluk yang keji.”

“Nantinya, akan datang zaman orang lebih mementingkan jumlah followers daripada ijazah.”

Ustaz Ahmad Husain Fahasbu mengatakan bisa jadi orang melamar dengan mempertaruhkan jumlah follower atau subscriber daripada pengalaman pekerjaan yang ia jalani. Sebagaimana orang-orang dahulu melakukannya.

Pada intinya, latihan kepenulisan kali ini mendorong kami untuk menulis, menulis, dan menulis. Tidak mungkin orang satu kali menulis langsung bagus tulisannya.

Sebagai anak muda yang masih payah menata waktu dengan rapi, muncul pertanyaan terkait permasalahan saya ini. Bagaimana mengatur waktu dengan sebaik-baik, lebih-lebih sebagai santri yang padat kegiatannya?

Dosen muda itu awalnya menjawab dengan mengaca kepada Mudir Ma’had Aly Nurul Jadid. Sebagai seorang kiai dengan segala kesibukannya melebihi santrinya, beliau masih menulis dan berkarya.

Saya pernah membahas tentang hal tersebut di blog dengan judul “Kiai Romzi: Potret Kiai Produktif Nurul Jadid”. Dari segi kesehatan mengacu faktor umur, santri jauh lebih sehat daripada kiainya. Kesempatan menulis masih panjang dan terbuka untuk santri. 

Beliau mengakui bahwasanya sebagai manusia biasa tentunya kita pernah mengalami hal-hal seperti ini. ketika waktu berjalan, pekerjaan sering kali ditunda. Akhirnya, muncullah penyesalan atas waktu yang tersia-siakan tadi.

“Ya Allah, kalau saya menggunakan waktu-waktu luang itu dengan menulis, mungkin sudah banyak artikel yang saya selesai.”

Tetapi, permasalahan ini memang masalah umum dan selalu terjadi pada setiap orang yang belajar menulis. Penulis ataupun orang-orang yang mendalami keahlian tertentu. Sebenarnya waktu itu ada, cuma masalahnya ini berkaitan dengan kemalasan yang ada pada diri setiap manusia. 

Setiap muncul rasa malas, kita seakan berperang melawan diri kita sendiri. Kita harus bisa memilih, ingin malas dengan tidur dan melanjutkan mimpi atau berperang.  Kita harus bisa menghindari malas, insyaallah apa yang kita kerjakan akan sesuai dengan rencanakan. Kita akan keluar sebagai pemenang.

Meskipun, dalam hal-hal tertentu kita harus mengakui sebagai makhluk yang lemah. Keadaan yang memaksa tunduk dan pasrah. Kita harus berserah diri dan berdoa kepada Tuhan.

Terakhir, mari kita ucapkan dalam hati, agar terhindar dari sifat malas yang berkepanjangan ini.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الكَسَلِ وَالهَرَمِ، وَالمَأْثَمِ وَالمَغْرَمِ، وَمِنْ فِتْنَةِ القَبْرِ، وَعَذَابِ القَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ النَّارِ وَعَذَابِ النَّارِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الغِنَى، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الفَقْرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الَمسِيحِ الدَّجَّال

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan dan usia jompo, perbuatan dosa dan utang, fitnah kubur dan azab kubur, fitnah neraka dan azab neraka, keburukan fitnah kekayaan, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kemiskinan dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah Masih ad-dajjal.”



Alfin Haidar Ali (19 tahun) merupakan santri semester dua di Ma’had Aly Nurul Jadid, Probolinggo. Penulis aktif menulis di blog alfinkarangan.blogspot.com dan di media bincangsyariah.com. Penulis dapat ditemui lewat Facebook: haidar ali atau Instagram @alfinhaidarali179.