Teman Perjalanan Hidup di Pondok

Cerita Nafisah Nailur Rahma

Hampir 1 tahun  aku hidup di dunia pesantren. Menyenangkan memang karena di sana aku mendapatkan banyak sekali pelajaran. Mulai dari tirakat, cara menghormati orang yang lebih tua, berbagi, hidup sederhana, dan masih banyak lagi.

Awal mula aku masuk pondok rasanya ngeri, takut, kangen orang tua, dan yang pasti rasa ingin pulang. Hampir setiap aku masuk kamar mandi hanya untuk menangis. Eh, keluar keluar sudah pada bengkak mataku. Dan itu bertahan sampai 41 hari. Setelah itu, aku sudah tidak merasakan apa yang dulu aku rasakan.

Tidak tau kenapa, tetapi semenjak aku mengenal anak SMP kelas 1 asal Magelang, aku menjadi betah di pondok, malah tidak ingin pulang. Jadi begini,  ada temen sekelasku bilang, “Nafis, ada anak SMP sekamarku yang ngefans sama kamu loh,” dia bilang begitu.

Awalnya aku heran. Fans? Baru kali ini aku mendengar kalau ada yang ngefans aku. Wow. Setelah diberitahu, aku diam saja. Ya karena aku tidak tahu orangnya yang mana.

Lama-lama, aku tahu orangnya. Kata teman-temanku, orangnya item tapi manis banget. Ketika ketemu langsung dengan orangnya, eh iya ternyata item, manis, baik, pintar lagi.

Awalnya aku biasa aja. Namun, sejak dia memberiku jajan, aku jadi suka sama dia. Pernah papasan di jalan. Dia orangnya malu-malu sih, kan jadi aneh.

Akhirnya aku mengangkatnya sebagai adikku. Ya! Budaya di pondok itu ya kakak-adikan. Aku juga baru tahu itu di pondok, kok. Oh iya, berhubung kamarku dengan dia jauh, jadi kami jarang ketemu. Ketemu hanya waktu ngaji dan di kantin doang.

Alhamdulillah, ngaji-nya sering, jadi sering ketemu deh. Tidak seperti  kakak-kakak yang lain, aku tidak pernah ngapeli adikku itu. Namun, terkadang aku datang ke kamarnya jika dia sakit. Ada rasa malu juga sih, kan dia yang ngefans sama aku. Kenapa harus aku yang datang?

Waktu dia ulang tahun, aku memberi kado untuknya. Namun, sekarang aku dengan dia sudah tidak ada hubungan lagi. Gara-gara rasa cemburu. Aku tidak merasa kehilangan. Namun, kalau melihat dia, rasanya ingin berkabar. Aku selalu berusaha menjauhinya, tetapi Allah selalu punya alasan untuk mempertemukan dengannya.

***

Oh iya, soal makanan di pondok. Aku bermasalah awalnya kalau harus makan sayur tiap hari. Namun, sekarang tidak masalah, kan ada kantin. Hehehe.

Di pondokku, penjengukan santri dilaksanakan setiap sebulan sekali. Satu semester sekali waktu untuk pulang. Enaknya waktu penjengukan, ada jajan banyak, baju baru, dan semua barang baru. Jadi harus dijenguk, ya ….

Oh iya, aku ingin menceritakan jadwal keseharian di pondok. Pukul 04.30 salat Subuh dilanjutkan mengaji untuk anak SMP dan MTs. Sedangkan yang SMK, mandi, nyuci, dan sarapan sampai pukul 06.45. Waktu 15 menit selanjutnya, untuk anak SMP dan MTs, sarapan dan bersiap-siap mengaji lagi.

Pukul 07.00, seluruh santri wajib ngaji qiraati sampai pukul 08.30. Setelah itu, ganti kitab dan langsung mengaji tabarukan siang. Terkadang, Gus pondok yang membimbing kami.

Setelah itu, santri SMK dan MTs mengaji ibtidaiyah. Santri SMP sudah tadi pagi, tetapi santri yang MTs mengaji lagi. Itulah MTs, angkatan paling padat jadwal mengajinya se-pondok. Mengaji ibtidaiyah sampai pukul 11.00. Di waktu santri SMK dan MTs mengaji ibtidaiyah, santri SMP pada mandi. Santri MTs mandinya kalau ada waktu luang. Selanjutnya, pukul 11.30 seluruh santri berangkat menuju sekolah.

Oh iya, pondokku ada 3 cabang. Tegalrejo (SMK, SMP, dan MTs), Secang (SMA dan SMK), dan Bandongan (SMP). Aku berada di Tegalrejo. Tegalrejo pun ada 2 tempat, yaitu Pagutan dan Tepo. Pagutan untuk santri baru, jadi kalau sudah satu tahun akan pindah ke Tepo, sekalian sekolahnya.

Transportasi kami menuju Tepo menggunakan bus sekolah. Kami bergantian menaiki bus yang dibagi setiap kloternya.  Nah, aku biasanya buru-buru masuk karena pasti gerah. Setelah sekolah selesai, yaitu pukul 17.00, kami pulang ke Pagutan naik bus juga.

Sampai di Pagutan, kami mandi kemudian persiapan melaksanakan jemaah salat Magrib, mujadahan, dan salat Isya. Setelah itu, dilanjut dengan mengaji sampai pukul 20.30.

Pukul 21.00, kami wajib belajar dan kami harus tidur pukul  22.00. Jika kami semua tidak tidur di kamar masing-masing, akan disontengi oleh kakak pengurus.

Tidak semua santri tidur di kamar. Ada beberapa santri tidur di aula atas, sesuai dengan jadwal kamar masing-masing. Menurutku, enak tidur di aula atas karena kami bisa bangun paling pagi dan bisa salat Tahajud.

Aku senang hidup di pondok. Aku mempunyai banyak teman. Waktu lalu, aku akan pindah ke Tepo, anak SMP dan MTs sekamarku pada nangis. Jadi, nanti di Tepo kamarnya per angkatan dan per daerah, jadi tidak mungkin bisa sekamar lagi bersama mereka.

Keseharianku di pondok memang terlihat padat apalagi di bulan Ramadan seperti sekarang ini. Namun, gara-gara ada wabah covid-19, kami dipulangkan atas anjuran dari pemerintah. Aku belum jadi pindah ke Tepo sehingga ketika kembali ke pondok, langsung ke Tepo. Aku menganggap di Pagutan bagaikan surga. Pagutan memang tidak seindah Tepo, tetapi Pagutan lebih tenteram suasananya.

Intinya, menjadi santri itu asyik. Selama kita di pondok, semua yang tidak mungkin jadi mungkin. Kita menganggap tidak bisa, kenyataannya kita bisa. Jika kita menjadi santri dan mau mondok. Semua yang kita inginkan akan dikabulkan oleh Allah dan juga orang tua, percaya deh.

Oh iya, biasanya santri itu pada kena virus scabies atau nama lainnya gudikan. Jangan takut, santri tidak akan diakui santri kalau tidak gudikan. Namun, sampai sekarang aku belum pernah yang namanya gudikan, hanya kutu air dan gatal-gatal saja. Ya, sama saja.  

Aku sangat bersyukur mau mondok. Orang tuaku juga ada rezeki untuk membiayai diriku. Oh iya, selain memiliki adik angkat, ada juga yang membuat aku bahagia, yaitu mempunyai teman banyak. Semua temanku selalu mengerti  perasaanku. Aku lagi kangen orang tua, mereka tau. Aku ulang tahun, mereka ingat dan mengucapkan. Aku sedih, mereka yang menghibur. Aku bahagia mempunyai teman seperti mereka. I’m so happy.

Sekian dan terima kasih, semoga terinspirasi. 


***

 

Nafisah Nailur Rahma (15 tahun), santri Pondok API ASRI Tegalrejo, Magelang. Ia merupakan siswa kelas 1 SMK Syubbanul Wathon dan berasal dari Desa Podosari, Kecamatan Cepiring, Kabupaten Kendal. Penulis dapat ditemui lewat Instagram dengan nama: @nafisahnaee atau Facebook dengan nama: Nafisah Nailr.