Tembang-Tembang Mbah Kadi

Esai Misbachul Anwar

Mbah Kadi adalah seorang petani di Dusun Payak. Rumahnya sekitar tiga kilometer dari Pesantren Kaliopak. Di sawahnya, ia menanam padi dan beragam sayur mayur.

Setiap kali panen, Mbah Kadi selalu memberikan sayuran segar untuk dimasak di pondokku. Saat mengantarkan sayur, ia biasanya bercerita macam-macam. Mbah Kadi suka menceritakan sejarah dan kesenian tradisional seperti wayang. Ceritanya panjang-panjang sampai yang mendengarnya mengantuk. Rasanya seperti mendengarkan dongeng kakek sebelum tidur.

Meskipun usianya sudah lebih dari 70 tahun, Mbah Kadi masih kuat pergi jauh naik motor sendirian. Katanya, hampir setiap malam ia pergi berkeliling kota Yogya untuk menyanyi di banyak tempat. Mbah Kadi memang terkenal sebagai penyanyi tembang-tembang macapat, yaitu puisi Jawa yang berbentuk lagu. Ia biasanya menyanyi sambil memakai pakaian adat Jawa, seperti surjan, blangkon, dan jarit.

Kalau kamu mendengar Mbah Kadi bernyanyi, hatimu akan terasa tenang. Sama seperti mendengarkan Mbah Kaum menyanyikan selawat puji-pujian setiap menjelang subuh di masjid. Bedanya, Mbah Kaum pandai menyanyikan selawat berbahasa Arab, sedangkan Mbah Kadi mahir menyanyikan selawat berbahasa Jawa. Tapi, dua-duanya sama-sama bikin kelopak mata berat, alias ngantuk. Hehehe…

Walaupun rumahmu jauh dari sini, kamu juga bisa mendengarkan tembang-tembang Mbah Kadi di kanal YouTube Pondok Kaliopak. Di sana ada rekaman-rekaman Mbah Kadi nembang “Suluk Dewa Ruci”, “Suluk Linglung”, dan lain-lain. Yang paling baru, waktu awal munculnya wabah kemarin, ia menyanyikan “Kidung Rumeksa ing Wengi” karangan Kanjeng Sunan Kalijaga.

Tembang-tembang yang dinyanyikan Mbah Kadi kebanyakan dikarang oleh para wali. Dahulu, tembang-tembang itu digunakan untuk menyebarkan Islam di pulau Jawa. Konon, orang-orang zaman dulu jadi lebih mudah menerima agama Islam karena diajarkan lewat seni yang indah dan menenangkan hati.

Aku berharap semoga besok ada banyak santri-santri muda yang belajar dakwah dengan seni. Dengan begitu, karya-karya luhur warisan para wali akan tetap lestari. Amiiin.

***

Misbachul Anwar, santri PP Kaliopak Yogyakarta.