Cerita Moh. Nurun Alan Nurin P. K.
“Kring, kring, kring.”
Bunyi bel pertanda jam madrasah diniah telah dimulai. Semua santri diwajibkan untuk masuk kelas diniah. Kelas dibagi dalam tiga tingkatan, mulai dari ula, wushto, sampai ulya.
Mata pelajaran untuk kelas ula hari ini adalah nahwu shorrof bab huruf jar. Sebelum ustaz masuk kelas dan memulai taklim, para santri serentak bersahut-sahutan membaca nadzhom imrithi sembari diiringi klotekan (tabuhan).
“Allhamdulillahilladzi qod waffaqo, lil ilmi khiro kholqihi walittuqo.”
Beberapa menit kemudian, ustaz masuk kelas dan mulai taklim nahwu shorrof. Setelah mengucapkan salam dan membaca tawasul, lantas ustaz mengambil spidol dan menulis di papan tulis.
“MAN TAWWADOA BI BAULIL KALBI SOHHA WUDHU’UHU.”
Kelas yang awalnya agak riuh mendadak menjadi hening. Raut wajah para santri berubah. Wajah-wajah yang awalnya riang gembira menjadi kebingungan. Sebagian dari mereka bahkan mengernyitkan dahi.
Bagaimana tidak kebingungan, kalimat berbahasa Arab di papan tulis membuat bingung di benak para santri. Arti kalimat tersebut adalah barang siapa yang berwudu dengan air kencing anjing maka sah wudunya.
Ustaz masih terdiam tanpa berbicara sedikit pun. Ustaz tidak menjelaskan makna di balik kalimat yang ditulis saat pelajaran tersebut.
Salah seorang santri berbisik kepada teman di sampingnya. Ia berkata, “Ustaz ini bagaimana sih, bagaimana bisa wudu menggunakan air kencing anjing sah?” Santri di barisan paling belakang juga berbisik kepada teman di sampingnya, “Aduuh, ustaznya sesat.”
Lantas salah seorang santri memberanikan diri untuk bertanya kepada ustaz,
“Ustaz, kalimat tersebut murod-nya bagaimana, ya? Setahu saya dalam kitab Fathul Qorib, air yang sah digunakan untuk bersuci adalah air yang suci, menyucikan, dan tidak makruh untuk digunakan.” Sembari santri tersebut membuka kitab dan membacakan ta’bir-nya (Al-miyahu allati yajuzu at-tathiru biha).
Ustaz yang sedang duduk pun tersenyum kecil lantas berdiri. Lalu, ia menjelaskan kepada para muridnya.
“Murod dari kalimat tersebut adalah barang siapa yang berwudu kemudian bertemu atau bertempelan dengan air kencing anjing maka sah wudunya. Faidah dari huruf jar ba’ itu banyak, tidak selalu artinya ‘dengan atau menggunakan’ tapi juga terdapat ba’ yang ber-faidah ilthishoq yang bermakna ‘bertemu atau menempel’, begitu maksud dari kalimat tersebut.”
“Makanya, Nak, belajar agama itu tidak boleh grusa-grusu (keburu-buru), harus teliti agar paham betul. Paham, Nak?”
Serentak para santri menjawab, “Iyaa, Ustaz.”
Tulisan ini pernah dimuat juga di kompasiana.com dengan judul “Huruf Jar Ba’: Ustad Humoris dan Santri Tektualis” dengan nama pena Perdana Kusuma.
***
Moh. Nurun Alan Nurin P. K. (20 tahun) merupakan santri Pondok Pesantren Nurul Jadid. Ia sekarang menjadi Mahasiswa di Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang. Penulis dapat ditemui lewat Facebook dengan nama: Alan atau Instagram dengan nama: perdnakusuma.