Orang Tua dan Kebahagiaannya

Esai Sayidah Chovivah

Manusia akan merasa menjadi manusia ketika ia sadar kehadirannya dibutuhkan oleh lingkungan sekitarnya. Mengingat, banyak orang tua jompo yang tidak diharapkan kehadirannya ketika sudah renta. Mereka dibuang setelah jutaan perhatian ia berikan kepada anak-anaknya dengan segenap kerepotan dan penderitaannya.

Banyak orang tua ditinggalkan ketika anaknya sudah bisa berdiri kokoh. Anak-anak lalai mengenai siapa dirinya jika dahulu tanpa orang tua. Sedangkan mereka  yang merawat sejak kecil, sekarang sedang butuh-butuhnya belas kasih.

Menjadi partner bicara tentang pertanyaan-pertanyaan sepele pun merupakan bentuk dari memanusiakan manusia. Seperti tegur sapa, menanyakan keadaan dan berpamitan ketika akan pergi. Mungkin orang tuamu sering menanyakan kau akan ke mana dan kau jengkel akan hal itu. Pikirmu ini bukan urusan mereka. Tahu ataupun tidak, itu kamu anggap sama saja. Tapi itulah bentuk perhatian yang bisa mereka berikan di usia renta.

Para orang tua jompo sudah cukup lelah dengan kondisinya yang semakin tua. Sebagian dari mereka terkejut dengan tubuhnya sekarang, seperti mudah lelah, pendengaran berkurang, sakit sendi, dan masih banyak lagi. Hal-hal itu tentunya mengurangi aktivitas dan produktivitasnya. Di situlah mereka kesepian dan merasa tak berguna. Ingin bekerja tapi tak mampu. Ingin beraktivitas tapi kita larang dengan dalih khawatir kelelahan.

Sebagai putra-putri yang baik, kita tak patut memberikan beban lagi bagi mereka. Kita boleh saja membatasi aktivitas orang tua karena ketidaksanggupan mereka bekerja. Namun, larangan beraktivitas seakan tak memberikan ruang untuk mereka menikmati hidup.

Pengakuan dari beberapa orang jompo, waktu untuk sampai hari esok sangatlah lambat. Antusias terhadap hidup mereka akan berkurang. Akibatnya, mental akan memburuk dan berujung pada kesehatan yang tak teraih. Ditambah lagi, mental orang tua yang semakin tua semakin mudah tersinggung.

Dalam pikiran mereka, mereka hanya bisa merepotkan dan hanya menumpang hidup di rumah anaknya. Tidak lagi dimintai saran. Cintanya layu, tidak seperti dulu lagi. Hilangnya tawa dan tidak adanya komunikasi yang baik juga tidak saling membutuhkan.

Orang tua juga butuh peran dalam hidupnya. Antusias hidup perlu digapai kembali. Antusias itu didapat dengan dukungan anak-anaknya. Perlakuan anak terhadap orang tuanya adalah peran utama untuk kesehatan mental maupun dzohir orang tua. Berikan peran sesuai kemampuan orang tua dan hindarkan kekhawatiran berlebih kepadanya. Ajaklah berbicara santai dan hindari candaan yang menyinggung hati. Berilah kepercayaan kepada mereka bahwa mereka sehat secara pikiran dan fisik. Mintalah orang tua untuk berpendapat atau sekadar meminta restu bepergian atau untuk memutuskan sesuatu.

Memang di antara kita dan orang tua tidak ada yang tahu mana yang terbaik, tetapi bagaimanapun juga mereka lebih dulu melalui usia kita sekarang.
Berbicara santai menjadi senjata ampuh untuk memberikan keharmonisan. Perlakuan baik tanpa adanya komunikasi akan berpengaruh pada pesan dari perlakuan baik tersebut tidak tersampaikan. Topik yang cukup baik untuk dibicarakan, seperti bertanya tentang cerita masa lalunya, momen-momen yang dirindukan ketika muda atau hal-hal berkesan dalam hidupnya. Selain itu kita bisa menanyakan hal-hal apa yang ingin mereka ceritakan.

Pada dasarnya, setiap manusia membutuhkan teman tidak terkecuali orang tua jompo pikun sekalipun. Tua, renta, dan tidak berdayanya mereka tetaplah manusia yang harus diperlakukan sebagaimana mestinya. Silent treatment tidak cocok digunakan untuk mempertahankan manusia di semua kalangan umur.

Catatan penting untuk kita sendiri di masa tua kita, bagaimana jadinya jika kita tidak diperlakukan baik dalam momen ketidakberdayaan di usia renta?

Na’udzubillah

Sayidah Chovivah ( 17 tahun), merupakan santri Pondok Pesantren Al Qur’an Wates, Yogyakarta dan berasal dari Karangsari, Pengasih, Kulon Progo. Penulis dapat ditemui lewat Instagram dengan nama: @chovivah.